Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

Senin, 30 Desember 2013

(fanfic) The Untold Story

The Mischief God - (Loki)


“No, Loki”

Menjadi anak kedua tidaklah mudah. Terlebih lagi jika sang kakak menyebalkan. Baiklah sebagian besar kakak memang menyebalkan. Sekali lagi, terlebih jika sang kakak mempunyai kepercayaan diri yang berlebihan dan semua orang menganggapnya hebat. Dan sang raja memilih sang kakak sebagai pengganti tanpa mempertimbangkan kemampuan dirinya dan sang kakak dengan adil, hanya karena dia anak pertama. Bukan, karena dia memang satu-satunya anak sang raja.

Menjadi trickster bukanlah tujuan awalnya. Dia hanya suka melakukannya karena dengan melakukannya dia akan mendapatkan perhatian orang-orang di sekelilingnya. Orang-orang yang selalu hanya memperhatikan kakaknya dan melupakan keberadaannya. Namun entah sejak kapan malah menjadi kebiasaanya. Dan dia cukup menyukainya, karena dia mendapatkannya dari sang Ibu, satu-satunya orang yang masih ingat bahwa dia ada.


Bukan berarti dia terlupakan begitu saja. Orang-orang tahu pasti dengan keberadaannya, mereka hanya tidak mau mendengarkan dan selalu mengacuhkannya. Teman-temannya tidak akan melihatnya jika dia tidak melakukan sesuatu, sang kakak yang semakin berjalannya waktu selalu memotong dan mengacuhkan apapun perkataannya. Bersikap jika dia adalah salah satu dari teman-teman yang setia mengikutinya, bukan adik yang seharusnya berjalan sejajar di sampingnya.


Perasaan yang dipendamnya semakin lama semakin membuatnya marah dan hanya dengan melakukan beberapa keisengan-lah dia sedikit terhibur, berpikir jika mereka pantas mendapatkannya dan sebagai salah satu usaha balas dendamnya. Meskipun hal itu membuatnya semakin menjadi outcast dimanapun dia berada. Yah, bukan salahnya jika tidak banyak yang bisa memahami rasa humornya.

Hanya saja, mengetahui bahwa dia benar-benar merupakan outcast bukanlah hal yang bisa berakhir dengan baik. Kenyataan tidak seperti sebuah cerita dongeng klasik, dimana hanya dengan kalimat ‘kamu tetap anakku tidak peduli siapapun kamu, karena akulah yang membesarkanmu’. Terlebih jika mengetahui alasan mengapa dia bisa sampai di tempat yang bukan merupakan bangsanya dan tumbuh besar sebagai bayangan yang tidak pernah dihormati. 

Halo, dia tetaplah anak dari sang raja, yang berarti meski dia anak kedua, atau bukan sama sekali setelah tahu ha yang sebenarnya, tetap saja seharusnya dia seorang pangeran, salah satu dari 2 penerus tahta yang harus, atau paling tidak didengarkan perkataannya.

Takdirnya adalah menjadi raja. Pendapatnya itu tidaklah salah, karena pertama, meski anak kedua, dia masih punya separuh kemungkinan mendapat posisi raja. Dan kedua, jika dia tidak terdampar dan tetap berada di lingkungan bangsanyapun, maka dia tetap akan menjadi raja, karena dia adalah satu-satunya pewaris tahta. Hey, yang manapun itu dia tetap mempunyai takdir sebagai raja.

Hanya saja, kembali ke masalah awal, sang kakak yang terpilih dengan tidak adil membuatnya kesal. Dan bukan salahnya jika sang kakak menghilang, meninggalkan posisi kosong yang bisa di ambilnya. Bukan salahnya juga kalau dia tidak menyia-nyiakan kesempatan.

Tapi sekali lagi, cerita klasik lama berulang kembali. Tokoh utama selalu mendapat apa yang diinginkan dan tokoh sampingan hanya akan di letakkan di samping. Disaat semua sibuk memikirkan nasib sang tokoh utama, tidak adakah yang bisa mencoba untuk memahami posisinya. Menjadi bayangan selalu menimbulkan efek samping, diantaranya perasaan marah, rendah diri, terlupakan, dan yang paling parah, jika ada kesalahan maka dia akan menjadi orang pertama yang ditunjuk sebagai sang pelaku.

Kata lelah tidak sepenuhnya bisa menggambarkan apa yang bergolak dalam hatinya. Dan kondisinya sudah benar-benar melampaui kata itu. Apapun yang dilakukan, dikatakan bahkan dipikirkannya selalu saja tidak tepat di mata orang lain. Berusaha seperti apapun agar sang ayah melihatnyapun hanya menghasilkan sebuah kesalahan besar di mata sang ayah. Bahkan sang kakak tiba-tiba menjadi peran penderita dalam ceritanya, cerita yang seharusnya dia-lah sang korban dari kenyataan.

Kalau dia tidak bisa menjadi pelindung maka dia akan menghancurkan, baiklah, bukan menghancurkan, tapi mengacaukan segalanya. Dia memilih untuk menjadi Antagonis daripada harus tunduk pada sang tokoh utama. Setidaknya dia bisa melakukan apa yang dia sukai dengan bebas. Menjadi dirinya sendiri, tidak lagi memikirkan dan mencari persetujuan demi pengakuan eksistensi untuk dirinya.

Memilih jalannya sendiri, dia melepaskan tangannya. Melepaskan diri dari semua hal yang selama ini bersamanya. 

“Loki, no!!”


-fin- 
 

Tidak ada komentar:

Harry Potter Magical Wand