Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

Sabtu, 25 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N: this epilog part I dedicated spesial for miss akame thanks for always reading and comment, and [info]bakachunk who request an epilog too *bows*


Epilog: Promise Song


If I said, "Do you love me?" would you say "Ye-oh"?
If I said, "Do you need me?" would you say "Ye-oh"?
Baby love, can't imagine. It’s like magic, I found this love.
Baby love, can't get closer ‘cause your the closest baby.
Baby love I got a question. Did I mention?
Is this real or are we drinking our love?
You got me tipsy baby. Hey, hey, hey. Hey, hey, hey

Kame memejamkan mata, mendengarkan suara yang sudah sangat akrab di telinganya mengalunkan sebuah lagu, membuat kenangan miliknya kembali bermunculan satu demi satu. Senyum terukir di wajahmya, meski mereka terpisah jauh, namun di tempat yang jauh itu Akanishi masih tetap bernyanyi dengan suaranya yang khas. Kuat tapi lembut. Suara yang sangat disukai oleh Kame.

Kame masih ingat kata terakhir yang di ucapkan Akanishi padanya saat itu, ‘Arigatou’. Rasanya Kame masih tidak bisa mempercayai hari itu terjadi, hari di mana mereka menempuh jalan masing-masing, karena bagi Kame, sampai saat inipun Akanishi masih selalu berada di sampingnya. Meski berada di tempat yang berbeda, namun yang mereka lakukan masih tetap sama. Akanishi masih tetap melantunkan suaranya, begitupun juga Kame, begitu juga KAT-TUN.

“Nee, Jin. Kikoeteruka? Ore-tachi no uta?” guman Kame saat merasakan angin berhembus pelan membelai wajahnya.

Kenangan-kenangan yang dimilikinya bersama Jin perlahan-lahan menyatu, hari-hari di mana mereka tertawa gembira, tidak saling bicara setelah bertengkar, saling mencuri pandang berharap bisa berbaikan, kesedihan dan kesepian yang kadang datang di saat terpisah karena kesibukan masing-masing. Semua itu merupakan harta paling berharga yang membuat Kame mampu bertahan.

Berharap suatu saat akan terulang kembali.

“Nee, Jin. Masih ingatkah kamu dengan janji kita? Janji yang kita ukir dalam sebuah lagu? Aku selalu mengingatnya, Jin”

Seperti Akanishi yang tetap bernyanyi jauh di sana, di sini KAT-TUN, Kame-pun tetap bernyanyi. Seperti janji mereka untuk tetap bernyanyi, mengejar apa yang mereka impikan bersama. Dan suatu hari nanti, suatu hari nanti, Kame percaya, mereka akan bertemu kembali.

Bersama melantunkan lagu yang sama.


---*The EnD*---



A/N2:
I found this fanvid in Youtube, go check if you interested. Ciao~! *wink*

Sabtu, 18 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N:
For the last time, please listen Promise Song.


Chapter 8 No More Pain (part 2)

Yamapi, Ryo, Ueda, Taguchi, Nakamaru dan Koki yang berdiri berjajar dibelakang Akanishi memperhatikan dengan tegang, Yamapi bahkan baru sadar jika dia lupa menarik nafas saat Ryo berbisik pelan di sampingnya.

“Pi” Yamapi mengerjab, menarik nafas untuk mengisi paru-parunya yang sempat kekurangan suplai udara sebelum menoleh ke arah Ryo. Ryo hanya menggerakkan kepalanya sedikit ke arah Akanishi.

Yamapi mengangguk paham sebelum melangkah maju, seseorang harus berusaha untuk menggambil inisiatif sebelum jatuh korban sesak nafas, seperti yang hampir di alaminya. Yamapi menghela nafas, sejak tadi Akanishi hanya membuka tutup mulutnya tanpa ada suara yang keluar, tampaknya tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Kame sudah mengalihkan matanya ke lantai, tidak lagi memandang Akanishi sehingga tidak tahu jika Akanishi berusaha mengajaknya bicara.

“Jin. Sebaiknya kamu berikan sendiri” bisik Yamapi menyelipkan sebuah benda dalam genggaman tangan Akanishi kemudian kembali ke tempatnya semula, di antara Ryo dan Ueda, setelah menepuk bahu Akanishi pelan.

Akanishi menatap benda yang kembali berada di tangannya selama beberapa saat sebelum menggengamnya erat dengan tatapan kosong.

Yamapi menghela nafas putus asa, tadinya dia berharap dengan mengembalikan kunci dan surat yang dititipkan Akanishi bisa menjadi bahan untuk meringankan suasana, tapi tampaknya gagal.
Yamapi mengalihkan perhatiannya, dia sudah tidak tahan dengan situasi ini, matanya bertemu dengan Koki yang menggelengkan kepala, tampak sama putus asanya dengan Yamapi. Di sebelahnya, Ueda, meski wajahnya tidak menunjukkan ekspresi namun kedua tangannya terkepal erat tanda bahwa dia gelisah. Nakamaru mengigit bibir bawahnya dengan tampang cemas. Taguchi menangkupkan kedua tangan di depan mulutnya seperti sedang berdoa sembari memperhatikan.

“Ck. Sudah cium saja, kamu kelamaan Jin” seru Ryo yang membuat semua kepala menoleh ke arahnya terkejut. Kame bahkan mengangkat kepalanya, tidak lagi memperhatikan lantai, Akanishi menoleh, menatap Ryo shock.

“Ryo” desis Yamapi pelan. Ryo hanya tersenyum licik tanpa mempedulikan peringatan Yamapi.

“Klimaksnya tidak akan seru kalau tidak begitu, dimana-mana juga biasanya seperti itukan, sang Romeo pergi setelah mencium dan berjanji akan kembali pada Juliet”

Akanishi membuka mulutnya, bertambah shock dengan kalimat Ryo, sementara wajah Kame mulai memerah. Nakamaru dan Taguchi bertukar pandang binggung, Ueda serta Koki memeperhatikan Ryo dan Akanishi bergantian.

Yamapi tersenyum.

“Ayo cepat, penonton sudah menunggu nih” lanjut Ryo masih dengan nada bosan tak peduli.

“Kamu tidak seru Ryo, seharusnya jangan di bocorkan adegan terakhirnya, kan jadi malas lihatnya” akhirnya Yamapi mengikuti skenario Ryo.

“Kelamaan sih”

“Ya sudahlah, Ayo Jin lakukan saja” Yamapi memandang anggota KAT-TUN, T-TUN lebih spesifiknya, yang menatapnya ngeri sembari mengedipkan mata.

“Ah, jangan dulu. Aku tidak bawa kamera” sahut Koki yang akhirnya paham

“Buat apa kamu mau photo mereka berdua ciuman?” Ueda yang juga sudah paham ikut ambil bagian

“Koki, tidak kusangka kamu punya hobby seperti itu” Nakamaru mundur selangkah, menjauh dari Koki.

“Bukan buatku, tapi Yokoyama” Koki membela diri

“Sejak kapan kamu mau berbaik hati demi orang lain?” kata Ueda lagi

“Lumayan buat tambah-tambah uang bensin”

“Mau kamu jual?” lanjut Ryo “Benar juga, dia kan anggota fans club Akame”

“Taguchi pernah menjualnya” Koki menunjuk Taguchi yang mengacungkan jarinya membentuk tanda peace senang.

“Tidak sengaja sih, tapi katanya dia mau bayar berapapun jadi ya….”

“Photo yang mana?” Nakamaru penasaran

“Itu loh, waktu kita konser BTR, waktu Kame tidur bersandar di bahu Akanishi di bandara, waktu itu tidak sengaja aku memfoto-nya, Yokoyama melihatnya dan bilang ingin punya”

“Heh… Apa aku ikutan saja ya…” guman Pi sebagian sungguh-sungguh. Dia memang punya banyak hal selain photo yang bisa di jual jika mengenai Akame.

“PI!!!!” teriakan Akanishi menyadarkan mereka yang entah sejak kapan malah bersungguh-sungguh membicarakan hal ini dan melupakan tujuan awal yang hanya sebagai pencair suasana.

“Apa?” Yamapi menyeringai ke arah Akanishi

“Jangan berani-berani kamu!!!”

“Eh, apa itu? Jadi benar ya?” sambar Koki semangat “Katakan, Yamapi. Apa saja rahasia si Bakanishi?!”

“KOKI!!!” teriak Akanishi.

“Eh, lihat-lihat” seru Taguchi tiba-tiba “Kame-chan, wajahmu merah loh”

“TAGUCHI!!!!!” teriak Akanishi lagi yang juga sudah menyadari perubahan wajah Kame sejak awal, berdiri memblokir Kame dari pandangan yang lain.

“Aw, Kame-chan” Ueda ikut ambil bagian “Kenapa kamu yang malu?”

“UEDA!!!”

“Apa? Kamu berani denganku?” tantang Ueda pura-pura marah

“Eh? Ti-tidak kok. Kamu boleh mengatakan sesukamu” Akanishi menelan ludah sembari memamerkan senyum nerveous.

“Akanishi keren sekali, memang hanya kamu yang bisa melindungi Kame…”

“SHUT UP!! NAKAMARU!!!!” seru Akanishi membuat Nakamaru meloncat mundur

“Tadi katanya boleh mengatakan apa saja” protes Nakamaru dari balik Taguchi

“Uh-huh, cuma Ueda, bukan kamu!”

“Curang”

“ARGH!! Sudah!!!” seru Kame tiba-tiba membuat mereka kembali sadar.

Akanishi segera berbalik dan menemukan Kame sudah berjongkok di lantai dengan kedua tangan menutup telinga, seluruh wajahnya merah padam.

“Kazu” kata Akanishi lembut sembari ikut berjongkok di depannya.

“Aku, tadinya aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku jadi lupa gara-gara mereka. Padahal tadi di jalan aku sudah menyusun kalimat di kepalaku”

“Kamu pasti berpikir dia imutkan?” terdengar suara Ryo yang diiringi tawa lainnya, Akanishi menoleh dan memberi pandangan peringatan pada teman-temannya yang tentu saja tidak begitu berhasil dan hanya menambah tawa mereka semakin keras. Tahu usahanya sia-sia, Akanishi memilih untuk mengacuhkannya dan lebih memfokuskan diri pada Kame.

“Kazu”

Kame masih tidak bergerak dari posisinya. Akanishi menatapnya untuk beberapa saat, mengamati wajahnya yang masih sedikit merah, bayangan saat pertama kali bertemu dengan Kame dan hari-hari yang mereka lalui bersama muncul berurutan dalam ingatannya. Tanpa sadar sebuah senyum terukir di wajah Akanishi, tangannya bergerak secara otomatis mengacak rambut Kame dengan lembut.

“Jin! Aku bukan anak kecil lagi” seru Kame reflek, kalimat yang selalu diucapkannya jika Akanishi memperlakukannya seperti anak kecil sejak dulu.

Akanishi tertawa melihat Kame yang mengerucutkan bibir dan membelalakkan matanya marah, merajuk manja seperti anak kecil. Sisi yang jarang diperlihatkan Kame pada orang lain, namun Akanishi beruntung karena sudah sering melihatnya. Ya, seperti Akanishi, Kame juga sebenarnya sedikit banyak mempunyai sifat kekanakan.

Akanishi masih tetap tertawa, mengacuhkan tatapan protes Kame, sekali lagi mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Kame. Kali ini Kame tidak protes melainkan tersenyum saat menyadari tatapan mata lembut Akanishi padanya, perlahan ikut tertawa bersama Akanishi.

“Ayo” Akanishi berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Kame setelah tawa mereka reda. Kame menerima uluran tangan Akanishi yang dengan mudah menariknya berdiri.

“Untukmu” kata Akanishi saat mereka kembali berdiri di hadapan.

Kame memperhatikan benda yang di berikan Akanishi, mengenali kunci yang selama bertahun-tahun dimilikinya, perlahan membuka lipatan kertas.

“Jin” Kame memandang Akanishi yang masih tersenyum memandangnya dengan lembut begitu selesai membaca isi pesan yang tertulis di dalamnya.

“Don’t mad to me, please. I need you Kazu, it’s me who always need you”

Kame menggelengkan kepalanya, kedua matanya mulai basah. Sejak masuk JE, Kame selalu mengikuti Akanishi, selalu membuat Akanishi sebagai panutan, Akanishi-lah alasannya untuk berusaha lebih keras agar suatu hari mereka bisa berdiri sejajar, agar Akanishi tidak meninggalkannya.

Kame selalu merasa Akanishi jauh lebih baik dari dirinya dalam hal apapun, dia berbakat alami, percaya diri, memiliki kemampuan, disukai semua orang, karena itu Kame berpikir, jika dia tidak berusaha menjadi orang yang ‘se-hebat’ Akanishi, suatu saat Akanishi akan meninggalkannya.

Bagi Kame, Akanishi adalah segalanya.

Akanishi-lah orang pertama yang mengulurkan tangan padanya, orang pertama yang membuatnya percaya diri, orang pertama yang selalu mendukungnya, menopangnya, dan melindunginya. Bersama Akanishi membuatnya senang dan merasa aman. Kame bisa menjadi seperti sekarang sebagian karena Akanishi selalu berada di sampingnya, Kame-lah yang membutuhkan Akanishi.

“Kazu” Akanishi menarik Kame yang tidak sadar sudah menangis ke dalam pelukannya, mengusap pelan punggung Kame, berharap bisa meredakan tangis Kame.

“Jin” guman Kame sembari membenamkan wajahnya lebih dalam di pelukan Akanishi. Akanishi memperkuat pelukannya sembari mencium kening Kame berkali-kali, menahan diri agar tidak ikut menangis.

Selama beberapa saat mereka bertahan seperti itu, sampai sebuah suara yang mengumumkan agar semua penumpang pesawat segera bersiap terdengar dari pengeras suara. Memaksa mereka kembali pada kenyataan.

Akanishi yang menyadari bahwa waktunya sudah habis melonggarkan pelukannya, namun Kame menggelengkan kepala, membenamkan kepalanya lebih dalam lagi, bersikeras tidak mau melepaskannya.

“Kazu” bisik Akanishi lembut.

Kame menggelengkan kepala dengan wajah makin terbenam.

“Kazu” ulang Akanishi namun tetap mendapat reaksi yang sama.

Akanishi menghela nafas. Sebenarnya dia juga tidak ingin melepaskan Kame, dia menyukai perasaan yang muncul saat Kame berada dalam pelukannya, mencium aroma tubuh Kame, merasakan kehangatan nafas Kame, kelembutan rambut Kame, juga mendengar suara detak jantung Kame yang kontras dengan miliknya sendiri.

“Kazu. Look at me” Kame masih tetap mengulangi reaksinya “Kazu, please. Look at me” Sekali lagi Kame menggulang gerakan yang sama “Hey, Kazu”

Perlahan Kame menuruti kalimat Akanishi. Memandang wajah Akanishi dangan mata yang masih merah dan basah.

“Jin”

Akanishi menempelkan jari telunjuknya di bibir Kame, tersenyum menggelengkan kepala sebagai tanda agar Kame tidak mengatakan apapun kemudian dengan punggung tangannya mengusap pipi Kame lembut. Menghapus sisa air mata yang masih tersisa.

Ketika mendengar panggilan terakhir dari pengeras suara, Akanishi perlahan melepaskan Kame, masih tetap tersenyum, berusaha menenangkan Kame yang memandangnya ketakutan. Perlahan tapi pasti Akanishi mulai melangkah mundur, membuat jarak semakin lebar dengan Kame yang terpaku di tempat, air mulai turun untuk yang kesekian kalinya dari kedua mata Kame.

“Arigatou” kata Akanishi pelan sembari tetap tersenyum sebelum berbalik dan melangkah meninggalkan Kame.

“Jin. Jin! JIN. JIN!” Kame berseru semakin lama semakin keras “JIIINNN!!!”

Akanishi berhenti sejenak, menghela nafas menahan diri untuk tidak menoleh, karena dia tahu, jika sekali lagi dia melihat Kame, maka dia tidak akan sanggup untuk pergi, kemudian kembali melangkah.

Ueda dan Koki berdiri di kanan dan kiri Kame, berusaha membantu Kame agar bisa tetap berdiri setelah kakinya tiba-tiba kehilangan kekuatan untuk menopang berat badannya. Yamapi, Ryo, Nakamaru dan Taguchi menghampiri dan ikut berdiri di samping kanan dan kiri mereka, memandang punggung Akanishi yang melangkah semakin jauh menuju pintu boarding.

Terisak pelan, berusaha menghapus air mata, Kame menarik nafas sebelum kembali berteriak

“JIINNN!!!!” seru Kame, hanya saja kali ini terdengar lebih kuat, bukan teriakan putus asa seperti sebelumnya.

Akanishi yang menyadari perbedaan nada dalam suara Kame tersenyum dan mengangkat satu tangannya sebatas bahu, melambaikannya kuat-kuat sembari terus berjalan tanpa menoleh.

“(B)Akanishi!!!” seru ke-enam orang lainnya, membuat senyum di wajah Akanishi semakin lebar dan gerakan tangannya semakin kuat.

“We did it” kata Ryo pelan sehingga hanya terdengar oleh Yamapi

Yamapi memandang Ryo sebelum mengangguk dan tersenyum.

“Yiey!” sahutnya sembari mengacungkan ibu jari dan memamerkan gigi.

***


Omake:

in LA,

“AKANISHIIIII!!!!!!” Akanishi menjauhkan ponsel dari telinganya saat mendengar suara Koki dan Nakamaru berteriak bersamaan. Dari belakangnya terdengar suara tawa Taguchi dan keluhan samar Ueda.

“What’s Up?”

“What’s Up kepalamu!” seru Koki “Aku baru ingat sesuatu hal yang sangat penting. Lupakan perkataan kami soal kepergian-mu tidak membawa dampak besar”

“Hah?!”

“Ini masalah besar!!!” lanjut Nakamaru panic

“Apanya?”

“Peaceful days”

“Hah?”

“Bagaimana caranya kami menyanyikan Peaceful Days tanpa-mu??!!!”

“Bukannya, bagian-ku di ambil alih…..”

“Bukan masalah siapa yang mengambil alih bagianmu!!” potong Koki

“Lalu apa?”

“Lyrik-nya, Akanishi. LYRIK!!!!” teriak Koki frustasi “K-A-T-T-U-N. Masa iya mau di rubah menjadi Ka-T-T-U-N??!!!”

Akanishi menatap ponselnya campuran antara rasa terkejut, ngeri dan shock. Dia sama sekali lupa ada lyric seperti itu. Well, tidak heran. Bukan hal baru, dia memang sering lupa kalau sudah menyangkut masalah lyric.

“AAHHHH!!!!!! CELAKA!!! Benar juga, aku lupa. Bagaimana ini??!!” seru Akanishi ikut panik yang langsung di sambut erangan Koki dan Nakamaru, sementara suara tawa Taguchi terdengar semakin keras.

Sementara itu, di Jepang.

“Baka” guman Ueda menghela nafas dan memijat-mijat pelipisnya, lelah.

Kame tersenyum.

KAT-TUN tetap saja KAT-TUN

*Owari*



A/N:
Yatta!!!! *syukuran* akhirnya selesai juga, yiey!!! who want a Epilog???

Sabtu, 11 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N: remember to listen promise song when read.....



Chapter 8 No More Pain (part1)

“Pi”

“Hmm?” sahut Yamapi asal tanpa mengalihkan matanya dari layar ponsel

“Pesan dari siapa sih? Serius amat”

“Bukan siapa-siapa” jawab Yamapi kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku, memastikan kontak mata dengan Ryo sebagai tanda yang dengan segera di pahami Ryo maksutnya.

“Apa? Kalian sedang merencanakan sesuatu ya?” ulang Akanishi curiga saat menangkap kontak mata Yamapi dan Ryo.

“Bukan urusanmu, Bakanishi” kata Ryo santai sebelum memejamkan mata. Dia benar-benar butuh tidur setelah mengalami kejadian yang cukup melelahkan ini.

“Cuma masalah intern tim. Daripada itu, kenapa tadi kamu memanggilku?”

“Tidak jadi”

“Hah?”

“Tidak jadi” Akanishi kembali memusatkan matanya pada papan boarding

“Jin?!”

“Bukan apa-apa”

“Sudah, jangan bertingkah kayak anak kecil” sela Ryo “Bilang saja kalau minta di antar ke toilet?”

“Bukan!! Aku cuma ingin minta tolong untuk memberikan…..” Akanishi menutup mulutnya dengan kedua tangan menyadari senyum yang terukir di bibir Ryo. Sejak dulu Ryo selalu bisa membuatnya bicara jika dia ragu-ragu “Ryo!!”

“Apa? Aku bukan tukang pos, suruh Pi saja”

“Berikan apa pada siapa?” Yamapi menarik lengan Akanishi agar kembali duduk dan tidak mencekik Ryo yang masih menyeringai, lupa kalau tadi bermaksut untuk tidur.

“Berikan pada Kazu” kata Akanishi akhirnya setelah menghela nafas menyerah, mengulurkan sebuah kunci dan kertas pada Yamapi.

“Apa itu? Surat cinta?” Ryo melongok dari balik bahu Akanishi

“Bukan!”

“Jin, ini kan kunci apartement-mu?!” Yamapi mengamati kunci yang sudah berada di tangannya, dia mengenali bentuknya karena dia sendiri juga punya.

“Memang”

“Kamu memberikan apartement-mu buat Kamenashi? Wow!” komentar Ryo

“Bukan!”

“Boleh ku lihat?” Yamapi mengacuhkan komentar Ryo dan meminta ijin melihat benda yang satunya.

“Tidak apa-apa. Baca saja”

Ryo bergerak ke belakang Yamapi untuk ikut membacanya karena penasaran. Yamapi membuka lipatan keratas dan menemukan tulisan tangan Akanishi.


Kamenashi-kun,
If you alredy forgive me, please keep this key. I give this to you, so it’s yours. And I don’t want to give you back your key too, ‘cauze you already give it to me, so it’s mine. Please, keep it with you.
Akanishi
PS: I really hate call you with that name….


“Apa?” kata Akanishi menantang saat Ryo menatapnya setelah selesai membaca

“Aku tahu kamu ter-obsesi dengan bahasa inggris, tapi apa Kamenashi bisa bahasa inggris? Kenapa juga tidak pakai bahasa jepang saja”

“Bisa. Memang pengucapannya kadang masih salah, tapi Kazu bisa. Lagipula itu pelajaran favoritnya di sekolah”

“Uh-huh, berlawanan dengannmu yang selalu cari alasan buat bolos kalau pelajaran bahasa inggris”

“Cerewet”

“Lalu?”

“Apa lagi?”

“Kenapa harus pakai bahasa inggris?”

“Bukan apa-apa” Akanishi memalingkan wajahnya yang mulai berubah warna kemerahan untuk kedua kalinya hari itu.

“Jangan bilang kamu malu menulisnya pake bahasa jepang” tebak Ryo tepat sasaran yang dengan segera tertawa keras “Bakanishi!”

“Shut Up! Ryo!!”

“Baiklah akan kuberikan, tenang saja” kata Yamapi berusaha menahan tawa.

***

“Yamashita bilang mereka ada di sekitar tempat boarding” Ueda mengedarkan pandangan ke segala arah, mencari-cari sosok yang dikenalnya. Tadi dia sempat mengirim pesan kepada Yamapi, mengatakan jika mereka akan menyusul untuk ikut mengantar Akanishi.

“Itu! Di sana” seru Taguchi menunjuk ke sebuah tempat.

Mereka mengikuti arah tangan Taguchi dan menemukan Akanishi duduk di sebuah kursi tampaknya sibuk adu mulut dengan Ryo, sementara Yamapi hanya tertawa melihat kedua temannya.

“Kame” kata Nakamaru yang melihat langkah Kame melambat seperti ragu.

“Ayo ke sana” Koki meraih lengan Kame menariknya berlari ke arah Akanishi. Taguchi segera berlari dibelakang mereka, sementara Nakamaru dan Ueda bertukar pandang sejenak sebelum menyusul ketiga temannya.

***

Yamapi menoleh saat mendengar suara langkah kaki menghampiri mereka, tersenyum dan menepuk bahu Akanishi pelan “Jin, lihat siapa yang datang”

“Hah?!” Akanishi berpaling dan menatap kelima teman band, oke mantan teman band-nya berlari ke arah mereka. Ryo tersenyum saat bertemu pandang dengan Yamapi yang memamerkan giginya.

“Akanishi!!” teriak Koki

“Akanishi!!” Taguchi melambaikan tangan dengan tersenyum

“Akanishi!!” seru Nakamaru

“Kenapa kalian ke sini?” tanya Akanishi masih tidak percaya saat melihat mereka berlima berdiri di depannya “Auch! Itai, Uebo!”

“Sudah sadar” kata Ueda yang memukul kepala Akanishi

“Kamu kan tidak perlu memukulku!” Akanishi mengusap-usap kepalanya yang sakit sembari melotot ke Ueda.

“Dengar ya! Aku cuma mau bilang…..” Ueda berpikir sejenak menelengkan kepalanya berpikir dan akhirnya memutuskan “Tidak ada yang ingin kukatakan sih”

“Hah?!” Akanishi menatap Ueda dengan mulut terbuka

“Aku saja! Aku! Aku!” Taguchi mengangkat tangannya tersenyum lebar dari belakang Ueda.

“Jangan bilang kamu mau minta oleh-oleh” sela Akanishi trauma, setiap kali saat mengantarnya pergi ke LA, selalu itu yang Taguchi katakan.

“Bukan itu.” Taguchi tersenyum dan maju selangkah menggantikan tempat Ueda berdiri. Ueda sudah berpindah berdiri di samping Yamapi dan Ryo, berjajar di belakang Akanishi. “Tenang saja, aku tidak akan minta oleh-oleh lagi. Tapi kalau kamu mau membelikan-ku game DS yang terbaru juga tidak apa-apa, atau……”

“Taguchi!” sela Ueda

“Ya?”

“Sudah, minggir saja sana. Giliranku” lanjut Nakamaru sembari mendorong agar Taguchi berpindah tempat di samping Ueda.

Akanishi memutar matanya, menahan diri untuk tidak menendang Taguchi sebelum memandang Nakamaru yang kini berdiri di depannya.

“Hmm. Akanishi…….” Nakamaru memulai tapi kemudian berhenti “Namaku Nakamaru, bukan Nakamura” berhenti sebentar untuk berpikir “Ya, cuma itu. Koki, gantikan aku” lanjutnya mengulurkan tangan ke belakang yang di sambut Koki kemudian berpindah tempat di samping Taguchi.

“Hah?!” seru Akanishi binggung “Ingatanku tidak separah itu”

“Cuma untuk meyakinkan saja” jawab Nakamaru santai

“Dia masih dendam waktu kamu bilang ‘nantoka maru’ di majalah dulu” jelas Koki “Juga karena kamu masih sering salah nama kadang-kadang”

“Salah sendiri namanya aneh”

“Dia sih bukan namanya saja yang aneh, wajahnya juga”

“Benar, bilang padanya jangan pakai wig terus”

“Sudah berkali-kali ku bilang tapi dia nekat” sahut Koki mengacuhkan protes Nakamaru yang berkata kalau rambutnya asli.

“Juga hidungnya itu” Akanishi menghela nafas sembari melipat kedua tangan di depan dada pura-pura berpikir

“Benar-benar” Koki mengikuti gerakan Akanishi

“OI!!” seru Nakamaru sebal dengan tingkah kedua temannya

“Giliranmu Kame” kata Koki tiba-tiba, menepuk bahu Kame sembari menghampiri Nakamaru yang masih protes.

“Eh?” Akanishi menelan ludah saat Kame perlahan berjalan ke arahnya.

Nakamaru langsung diam saat Kame berdiri di hadapan Akanishi.

***


A/N:
I always want to do this!!!! yeah, cut in the most interisting part *smirk* see you next week, ciao~ *satisvied*

Sabtu, 04 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N:
Yeah, listen promise song when read....



Chapter 7 Neiro

Yamapi memperhatikan Akanishi yang tampaknya sibuk mencari sesuatu di lemari. Ryo sudah berdecak tak sabar di sampingnya. Benda-benda dari dalam loker milik Akansihi tergeletak begitu saja di atas meja setelah di acak-acak oleh Akanishi di dalam mobil dalam perjalanan ke apartementnya tadi. Tampaknya benda yang dicari tidak ada di situ, meski tadi Akanishi sempat berseru gembira saat menemukan mini player-nya. Ketika akhirnya Akanishi menemukan apa yang di carinya, Yamapi dan Ryo bertukar pandang heran.

“Ngapain kamu bawa tas?” kata Ryo curiga. Seingatnya yang namanya Akanishi paling malas membawa barang.

Akanishi berguman tak jelas mengambil mini player yang tadi disisihkannya dan memasukkannya ke dalam tas kemudian sibuk mengikatkan tas di pinggangnya, menghindari menatap mata kedua temannya.

“Sejak kapan kamu bawa-bawa mini player? Biasanya I-pod. Katamu lebih praktis” Yamapi ganti bertanya memperhatikan tingkah Akanishi dengan cemas, jangan-jangan waktu di LA kepalanya terbentur mike saat konser.

Ryo yang campuran antara kesal karena tidak mendapat jawaban yang jelas dan juga penasaran isi tas Akanishi yang pastinya adalah benda yang sejak tadi dicari-carinya menarik tas dari tangan Akanishi. Yamapi yang juga ingin tahu membantu Ryo dengan menahan Akanishi agar Ryo mempunyai kesempatan untuk memeriksa tas misterius itu.

“OI!!! RYO!! PI!!!” seru Akanishi

Ryo menyeringai dan menarik keluar sebuah, bukan, empat buah benda dari dalam tas, membuat Yamapi terkejut sehingga melepaskan Akanishi yang dengan segera menyambar benda itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas dengan wajah memerah.

“Bakanishi tetap saja Bakanishi” kata Ryo tersenyum licik

“Cerewet!”

“Uh-huh? Aku ingin tahu apa kamu membelinya sendiri. Biar kutebak, pasti kamu memesannya lewat internet dengan nama samaran”

“Shut Up!! Ryo!!!”

Yamapi sudah tidak mendengarkan lagi pertengkaran Akanishi dan Ryo. Meski hanya sesaat, tapi Yamapi tahu dengan persis apa yang dilihatnya, 4 buah CD KAT-TUN, Lebih tepatnya 2 single dan 2 album milik KAT-TUN.

Yamapi tahu Akanishi termasuk tipe orang yang tidak akan membeli CD albumnya sendiri, terbukti dia tidak memiliki album LANDS dan marah serta meneriaki adik Shirota Yuu yang memutar lagu KAT-TUN saat mereka main ke rumahnya, membuat-nya harus membayar 2 kali lipat saat membeli necklace baru dari kakak Shirota. Namun, Yamapi juga tahu bahwa dalam CD yang tadi dilihatnya ada kemungkinan Akanishi akan membelinya, karena tidak ada Akanishi di dalamnya, karena hanya ada 5 orang dalam covernya meski bertuliskan KAT-TUN.

Bokura no Machi de.
Cartoon KAT-TUN II YOU
Going!
No More Pain.

Akanishi tidak ikut mengambil bagian di dalamnya.

“Harusnya aku tahu” kata Yamapi pelan, tersenyum

Akanishi, meski terlihat tidak peduli pada KAT-TUN namun ke mana pun dia pergi, KAT-TUN akan selalu bersamanya. KAT-TUN-lah yang membuat-nya kembali dari masa hiatus-nya. KAT-TUN juga-lah tempat di mana Akanishi selalu bisa kembali setelah lelah mencoba berbagai hal baru. KAT-TUN merupakan rumah-nya yang ketiga.

KAT-TUN

Atau mungkin lebih spesifik lagi jika dikatakan K.

***

“Tat-chan”

Ueda, Nakamaru dan Taguchi menoleh bersamaan, Kame berdiri di depan mereka dengan sebuah senyuman terukir di wajah. Bukan senyum yang selalu diperlihatkannya akhir-akhir ini, namun senyuman yang sebenarnya, yang berasal dari dalam hatinya.

“Ya?” sahut Ueda

“Aku ingin bertemu dengannya, untuk yang terakhir kali”

“Kame” kata Nakamaru pelan sebelum tersenyum mengangguk

“Bukan benar-benar terakhir sih, tapi aku ingin mengatakan apa yang kurasakan padanya. Aku ingin dia tahu kalau aku, kalau kita mendukungnya. Meski harus berpisah, tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku ingin dia tahu kalau…” Kame berhenti sejenak sebelum melanjutkan “Kalau aku tidak apa-apa”

“Ayo. Kita akan memberitahunya bahwa tidak akan ada yang berubah. Meskipun kita berpisah jalan, tapi impian kita masih tetap sama. Meski sekarang kita hanya berlima, tapi bagi kita KAT-TUN tetaplah KAT-TUN” Taguchi tersenyum mengulurkan tangannya.

“Benar. Meskipun Akanishi keluar, tapi tempatnya dalam KAT-TUN tidak akan pernah bisa tergantikan, sampai kapanpun huruf A akan tetap menjadi miliknya. Sejak dulu kalian berdua selalu bersama, meski kamu sendirian, tapi kami masih bisa merasakan keberadaannya dalam dirimu, Kame. Sama seperti huruf A yang menjadi satu dengan huruf K” lanjut Nakamaru

“Dia tidak sendirian Nakamaru. Masih ada kita. Dan tentu saja huruf A akan tetap menjadi miliknya, karena itulah kita tidak butuh anggota baru. Seperti kata Taguchi, meski kita tinggal berlima, tapi tetap ada 6 huruf dalam KAT-TUN” Ueda menepuk bahu Kame pelan.

“Biasanya, di saat begini Akanishi akan mengatakan, lain halnya dengan huruf T, berkurang satupun tidak akan menjadi masalah, karena cara bacanya akan tetap sama” kata Nakamaru tertawa yang disambut protes Taguchi.

“Ngomong-ngomong tentang huruf T, mana huruf T kita yang satu lagi?” tanya Ueda sembari melihat sekelilingnya.

“Aku tidak bisa menemukannya dimanapun, dari tadi kucoba telfon juga tidak di jawab” sahut Nakamaru

“Sudahlah, tinggalkan pesan saja biar dia menyusul nanti. Kalau kita benar-benar ingin bertemu Akanishi kita harus pergi sekarang”

Mereka menyetujui keputusan Ueda, bersama mereka berlari keluar dari gedung dengan semangat. Setidaknya, sampai mereka tiba di tempat parkir dan menyadari jika hari ini tidak ada satupun dari mereka yang membawa kendaraan.

“Tidak akan keburu kalau kita naik kereta” keluh Nakamaru menge-cek jam tangannya ketika tiba-tiba sebuah mobil berhenti di samping mereka.

“Ayo cepat naik” wajah Koki muncul dari dalam mobil.

“Koki!” Ueda bersyukur.

“Kamu hebat Koki” seru Taguchi tersenyum senang dan segera masuk ke dalam mobil di susul Nakamaru dan Ueda.

“Ayo Kame” Koki teringat ‘percakapan kecil’-nya dengan Akanishi beberapa hari lalu yang membuatnya sadar, meski terlihat bertolak belakang, pada dasarnya sifat Akanishi dan Kamenashi sama. Mereka rela melukai diri sendiri asalkan dapat membuat orang yang sangat berharga baginya tersenyum senang.

Kame mengangguk mantap dan tersenyum sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.


***___***


A/N:
hampir klimaks, yiey!!!!! rasanya lama sekali, dah males nulisnya...... kemana perginya Masa n tenimyu-ku!!!! perasaan dulu lebih suka nulis tenipuri or tenimyu, napa jadi nyasar ke akame seh? I miss write Fuji, Niou or Masa..... *sigh*
Harry Potter Magical Wand