Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

Sabtu, 25 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N: this epilog part I dedicated spesial for miss akame thanks for always reading and comment, and [info]bakachunk who request an epilog too *bows*


Epilog: Promise Song


If I said, "Do you love me?" would you say "Ye-oh"?
If I said, "Do you need me?" would you say "Ye-oh"?
Baby love, can't imagine. It’s like magic, I found this love.
Baby love, can't get closer ‘cause your the closest baby.
Baby love I got a question. Did I mention?
Is this real or are we drinking our love?
You got me tipsy baby. Hey, hey, hey. Hey, hey, hey

Kame memejamkan mata, mendengarkan suara yang sudah sangat akrab di telinganya mengalunkan sebuah lagu, membuat kenangan miliknya kembali bermunculan satu demi satu. Senyum terukir di wajahmya, meski mereka terpisah jauh, namun di tempat yang jauh itu Akanishi masih tetap bernyanyi dengan suaranya yang khas. Kuat tapi lembut. Suara yang sangat disukai oleh Kame.

Kame masih ingat kata terakhir yang di ucapkan Akanishi padanya saat itu, ‘Arigatou’. Rasanya Kame masih tidak bisa mempercayai hari itu terjadi, hari di mana mereka menempuh jalan masing-masing, karena bagi Kame, sampai saat inipun Akanishi masih selalu berada di sampingnya. Meski berada di tempat yang berbeda, namun yang mereka lakukan masih tetap sama. Akanishi masih tetap melantunkan suaranya, begitupun juga Kame, begitu juga KAT-TUN.

“Nee, Jin. Kikoeteruka? Ore-tachi no uta?” guman Kame saat merasakan angin berhembus pelan membelai wajahnya.

Kenangan-kenangan yang dimilikinya bersama Jin perlahan-lahan menyatu, hari-hari di mana mereka tertawa gembira, tidak saling bicara setelah bertengkar, saling mencuri pandang berharap bisa berbaikan, kesedihan dan kesepian yang kadang datang di saat terpisah karena kesibukan masing-masing. Semua itu merupakan harta paling berharga yang membuat Kame mampu bertahan.

Berharap suatu saat akan terulang kembali.

“Nee, Jin. Masih ingatkah kamu dengan janji kita? Janji yang kita ukir dalam sebuah lagu? Aku selalu mengingatnya, Jin”

Seperti Akanishi yang tetap bernyanyi jauh di sana, di sini KAT-TUN, Kame-pun tetap bernyanyi. Seperti janji mereka untuk tetap bernyanyi, mengejar apa yang mereka impikan bersama. Dan suatu hari nanti, suatu hari nanti, Kame percaya, mereka akan bertemu kembali.

Bersama melantunkan lagu yang sama.


---*The EnD*---



A/N2:
I found this fanvid in Youtube, go check if you interested. Ciao~! *wink*

Sabtu, 18 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N:
For the last time, please listen Promise Song.


Chapter 8 No More Pain (part 2)

Yamapi, Ryo, Ueda, Taguchi, Nakamaru dan Koki yang berdiri berjajar dibelakang Akanishi memperhatikan dengan tegang, Yamapi bahkan baru sadar jika dia lupa menarik nafas saat Ryo berbisik pelan di sampingnya.

“Pi” Yamapi mengerjab, menarik nafas untuk mengisi paru-parunya yang sempat kekurangan suplai udara sebelum menoleh ke arah Ryo. Ryo hanya menggerakkan kepalanya sedikit ke arah Akanishi.

Yamapi mengangguk paham sebelum melangkah maju, seseorang harus berusaha untuk menggambil inisiatif sebelum jatuh korban sesak nafas, seperti yang hampir di alaminya. Yamapi menghela nafas, sejak tadi Akanishi hanya membuka tutup mulutnya tanpa ada suara yang keluar, tampaknya tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Kame sudah mengalihkan matanya ke lantai, tidak lagi memandang Akanishi sehingga tidak tahu jika Akanishi berusaha mengajaknya bicara.

“Jin. Sebaiknya kamu berikan sendiri” bisik Yamapi menyelipkan sebuah benda dalam genggaman tangan Akanishi kemudian kembali ke tempatnya semula, di antara Ryo dan Ueda, setelah menepuk bahu Akanishi pelan.

Akanishi menatap benda yang kembali berada di tangannya selama beberapa saat sebelum menggengamnya erat dengan tatapan kosong.

Yamapi menghela nafas putus asa, tadinya dia berharap dengan mengembalikan kunci dan surat yang dititipkan Akanishi bisa menjadi bahan untuk meringankan suasana, tapi tampaknya gagal.
Yamapi mengalihkan perhatiannya, dia sudah tidak tahan dengan situasi ini, matanya bertemu dengan Koki yang menggelengkan kepala, tampak sama putus asanya dengan Yamapi. Di sebelahnya, Ueda, meski wajahnya tidak menunjukkan ekspresi namun kedua tangannya terkepal erat tanda bahwa dia gelisah. Nakamaru mengigit bibir bawahnya dengan tampang cemas. Taguchi menangkupkan kedua tangan di depan mulutnya seperti sedang berdoa sembari memperhatikan.

“Ck. Sudah cium saja, kamu kelamaan Jin” seru Ryo yang membuat semua kepala menoleh ke arahnya terkejut. Kame bahkan mengangkat kepalanya, tidak lagi memperhatikan lantai, Akanishi menoleh, menatap Ryo shock.

“Ryo” desis Yamapi pelan. Ryo hanya tersenyum licik tanpa mempedulikan peringatan Yamapi.

“Klimaksnya tidak akan seru kalau tidak begitu, dimana-mana juga biasanya seperti itukan, sang Romeo pergi setelah mencium dan berjanji akan kembali pada Juliet”

Akanishi membuka mulutnya, bertambah shock dengan kalimat Ryo, sementara wajah Kame mulai memerah. Nakamaru dan Taguchi bertukar pandang binggung, Ueda serta Koki memeperhatikan Ryo dan Akanishi bergantian.

Yamapi tersenyum.

“Ayo cepat, penonton sudah menunggu nih” lanjut Ryo masih dengan nada bosan tak peduli.

“Kamu tidak seru Ryo, seharusnya jangan di bocorkan adegan terakhirnya, kan jadi malas lihatnya” akhirnya Yamapi mengikuti skenario Ryo.

“Kelamaan sih”

“Ya sudahlah, Ayo Jin lakukan saja” Yamapi memandang anggota KAT-TUN, T-TUN lebih spesifiknya, yang menatapnya ngeri sembari mengedipkan mata.

“Ah, jangan dulu. Aku tidak bawa kamera” sahut Koki yang akhirnya paham

“Buat apa kamu mau photo mereka berdua ciuman?” Ueda yang juga sudah paham ikut ambil bagian

“Koki, tidak kusangka kamu punya hobby seperti itu” Nakamaru mundur selangkah, menjauh dari Koki.

“Bukan buatku, tapi Yokoyama” Koki membela diri

“Sejak kapan kamu mau berbaik hati demi orang lain?” kata Ueda lagi

“Lumayan buat tambah-tambah uang bensin”

“Mau kamu jual?” lanjut Ryo “Benar juga, dia kan anggota fans club Akame”

“Taguchi pernah menjualnya” Koki menunjuk Taguchi yang mengacungkan jarinya membentuk tanda peace senang.

“Tidak sengaja sih, tapi katanya dia mau bayar berapapun jadi ya….”

“Photo yang mana?” Nakamaru penasaran

“Itu loh, waktu kita konser BTR, waktu Kame tidur bersandar di bahu Akanishi di bandara, waktu itu tidak sengaja aku memfoto-nya, Yokoyama melihatnya dan bilang ingin punya”

“Heh… Apa aku ikutan saja ya…” guman Pi sebagian sungguh-sungguh. Dia memang punya banyak hal selain photo yang bisa di jual jika mengenai Akame.

“PI!!!!” teriakan Akanishi menyadarkan mereka yang entah sejak kapan malah bersungguh-sungguh membicarakan hal ini dan melupakan tujuan awal yang hanya sebagai pencair suasana.

“Apa?” Yamapi menyeringai ke arah Akanishi

“Jangan berani-berani kamu!!!”

“Eh, apa itu? Jadi benar ya?” sambar Koki semangat “Katakan, Yamapi. Apa saja rahasia si Bakanishi?!”

“KOKI!!!” teriak Akanishi.

“Eh, lihat-lihat” seru Taguchi tiba-tiba “Kame-chan, wajahmu merah loh”

“TAGUCHI!!!!!” teriak Akanishi lagi yang juga sudah menyadari perubahan wajah Kame sejak awal, berdiri memblokir Kame dari pandangan yang lain.

“Aw, Kame-chan” Ueda ikut ambil bagian “Kenapa kamu yang malu?”

“UEDA!!!”

“Apa? Kamu berani denganku?” tantang Ueda pura-pura marah

“Eh? Ti-tidak kok. Kamu boleh mengatakan sesukamu” Akanishi menelan ludah sembari memamerkan senyum nerveous.

“Akanishi keren sekali, memang hanya kamu yang bisa melindungi Kame…”

“SHUT UP!! NAKAMARU!!!!” seru Akanishi membuat Nakamaru meloncat mundur

“Tadi katanya boleh mengatakan apa saja” protes Nakamaru dari balik Taguchi

“Uh-huh, cuma Ueda, bukan kamu!”

“Curang”

“ARGH!! Sudah!!!” seru Kame tiba-tiba membuat mereka kembali sadar.

Akanishi segera berbalik dan menemukan Kame sudah berjongkok di lantai dengan kedua tangan menutup telinga, seluruh wajahnya merah padam.

“Kazu” kata Akanishi lembut sembari ikut berjongkok di depannya.

“Aku, tadinya aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku jadi lupa gara-gara mereka. Padahal tadi di jalan aku sudah menyusun kalimat di kepalaku”

“Kamu pasti berpikir dia imutkan?” terdengar suara Ryo yang diiringi tawa lainnya, Akanishi menoleh dan memberi pandangan peringatan pada teman-temannya yang tentu saja tidak begitu berhasil dan hanya menambah tawa mereka semakin keras. Tahu usahanya sia-sia, Akanishi memilih untuk mengacuhkannya dan lebih memfokuskan diri pada Kame.

“Kazu”

Kame masih tidak bergerak dari posisinya. Akanishi menatapnya untuk beberapa saat, mengamati wajahnya yang masih sedikit merah, bayangan saat pertama kali bertemu dengan Kame dan hari-hari yang mereka lalui bersama muncul berurutan dalam ingatannya. Tanpa sadar sebuah senyum terukir di wajah Akanishi, tangannya bergerak secara otomatis mengacak rambut Kame dengan lembut.

“Jin! Aku bukan anak kecil lagi” seru Kame reflek, kalimat yang selalu diucapkannya jika Akanishi memperlakukannya seperti anak kecil sejak dulu.

Akanishi tertawa melihat Kame yang mengerucutkan bibir dan membelalakkan matanya marah, merajuk manja seperti anak kecil. Sisi yang jarang diperlihatkan Kame pada orang lain, namun Akanishi beruntung karena sudah sering melihatnya. Ya, seperti Akanishi, Kame juga sebenarnya sedikit banyak mempunyai sifat kekanakan.

Akanishi masih tetap tertawa, mengacuhkan tatapan protes Kame, sekali lagi mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Kame. Kali ini Kame tidak protes melainkan tersenyum saat menyadari tatapan mata lembut Akanishi padanya, perlahan ikut tertawa bersama Akanishi.

“Ayo” Akanishi berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Kame setelah tawa mereka reda. Kame menerima uluran tangan Akanishi yang dengan mudah menariknya berdiri.

“Untukmu” kata Akanishi saat mereka kembali berdiri di hadapan.

Kame memperhatikan benda yang di berikan Akanishi, mengenali kunci yang selama bertahun-tahun dimilikinya, perlahan membuka lipatan kertas.

“Jin” Kame memandang Akanishi yang masih tersenyum memandangnya dengan lembut begitu selesai membaca isi pesan yang tertulis di dalamnya.

“Don’t mad to me, please. I need you Kazu, it’s me who always need you”

Kame menggelengkan kepalanya, kedua matanya mulai basah. Sejak masuk JE, Kame selalu mengikuti Akanishi, selalu membuat Akanishi sebagai panutan, Akanishi-lah alasannya untuk berusaha lebih keras agar suatu hari mereka bisa berdiri sejajar, agar Akanishi tidak meninggalkannya.

Kame selalu merasa Akanishi jauh lebih baik dari dirinya dalam hal apapun, dia berbakat alami, percaya diri, memiliki kemampuan, disukai semua orang, karena itu Kame berpikir, jika dia tidak berusaha menjadi orang yang ‘se-hebat’ Akanishi, suatu saat Akanishi akan meninggalkannya.

Bagi Kame, Akanishi adalah segalanya.

Akanishi-lah orang pertama yang mengulurkan tangan padanya, orang pertama yang membuatnya percaya diri, orang pertama yang selalu mendukungnya, menopangnya, dan melindunginya. Bersama Akanishi membuatnya senang dan merasa aman. Kame bisa menjadi seperti sekarang sebagian karena Akanishi selalu berada di sampingnya, Kame-lah yang membutuhkan Akanishi.

“Kazu” Akanishi menarik Kame yang tidak sadar sudah menangis ke dalam pelukannya, mengusap pelan punggung Kame, berharap bisa meredakan tangis Kame.

“Jin” guman Kame sembari membenamkan wajahnya lebih dalam di pelukan Akanishi. Akanishi memperkuat pelukannya sembari mencium kening Kame berkali-kali, menahan diri agar tidak ikut menangis.

Selama beberapa saat mereka bertahan seperti itu, sampai sebuah suara yang mengumumkan agar semua penumpang pesawat segera bersiap terdengar dari pengeras suara. Memaksa mereka kembali pada kenyataan.

Akanishi yang menyadari bahwa waktunya sudah habis melonggarkan pelukannya, namun Kame menggelengkan kepala, membenamkan kepalanya lebih dalam lagi, bersikeras tidak mau melepaskannya.

“Kazu” bisik Akanishi lembut.

Kame menggelengkan kepala dengan wajah makin terbenam.

“Kazu” ulang Akanishi namun tetap mendapat reaksi yang sama.

Akanishi menghela nafas. Sebenarnya dia juga tidak ingin melepaskan Kame, dia menyukai perasaan yang muncul saat Kame berada dalam pelukannya, mencium aroma tubuh Kame, merasakan kehangatan nafas Kame, kelembutan rambut Kame, juga mendengar suara detak jantung Kame yang kontras dengan miliknya sendiri.

“Kazu. Look at me” Kame masih tetap mengulangi reaksinya “Kazu, please. Look at me” Sekali lagi Kame menggulang gerakan yang sama “Hey, Kazu”

Perlahan Kame menuruti kalimat Akanishi. Memandang wajah Akanishi dangan mata yang masih merah dan basah.

“Jin”

Akanishi menempelkan jari telunjuknya di bibir Kame, tersenyum menggelengkan kepala sebagai tanda agar Kame tidak mengatakan apapun kemudian dengan punggung tangannya mengusap pipi Kame lembut. Menghapus sisa air mata yang masih tersisa.

Ketika mendengar panggilan terakhir dari pengeras suara, Akanishi perlahan melepaskan Kame, masih tetap tersenyum, berusaha menenangkan Kame yang memandangnya ketakutan. Perlahan tapi pasti Akanishi mulai melangkah mundur, membuat jarak semakin lebar dengan Kame yang terpaku di tempat, air mulai turun untuk yang kesekian kalinya dari kedua mata Kame.

“Arigatou” kata Akanishi pelan sembari tetap tersenyum sebelum berbalik dan melangkah meninggalkan Kame.

“Jin. Jin! JIN. JIN!” Kame berseru semakin lama semakin keras “JIIINNN!!!”

Akanishi berhenti sejenak, menghela nafas menahan diri untuk tidak menoleh, karena dia tahu, jika sekali lagi dia melihat Kame, maka dia tidak akan sanggup untuk pergi, kemudian kembali melangkah.

Ueda dan Koki berdiri di kanan dan kiri Kame, berusaha membantu Kame agar bisa tetap berdiri setelah kakinya tiba-tiba kehilangan kekuatan untuk menopang berat badannya. Yamapi, Ryo, Nakamaru dan Taguchi menghampiri dan ikut berdiri di samping kanan dan kiri mereka, memandang punggung Akanishi yang melangkah semakin jauh menuju pintu boarding.

Terisak pelan, berusaha menghapus air mata, Kame menarik nafas sebelum kembali berteriak

“JIINNN!!!!” seru Kame, hanya saja kali ini terdengar lebih kuat, bukan teriakan putus asa seperti sebelumnya.

Akanishi yang menyadari perbedaan nada dalam suara Kame tersenyum dan mengangkat satu tangannya sebatas bahu, melambaikannya kuat-kuat sembari terus berjalan tanpa menoleh.

“(B)Akanishi!!!” seru ke-enam orang lainnya, membuat senyum di wajah Akanishi semakin lebar dan gerakan tangannya semakin kuat.

“We did it” kata Ryo pelan sehingga hanya terdengar oleh Yamapi

Yamapi memandang Ryo sebelum mengangguk dan tersenyum.

“Yiey!” sahutnya sembari mengacungkan ibu jari dan memamerkan gigi.

***


Omake:

in LA,

“AKANISHIIIII!!!!!!” Akanishi menjauhkan ponsel dari telinganya saat mendengar suara Koki dan Nakamaru berteriak bersamaan. Dari belakangnya terdengar suara tawa Taguchi dan keluhan samar Ueda.

“What’s Up?”

“What’s Up kepalamu!” seru Koki “Aku baru ingat sesuatu hal yang sangat penting. Lupakan perkataan kami soal kepergian-mu tidak membawa dampak besar”

“Hah?!”

“Ini masalah besar!!!” lanjut Nakamaru panic

“Apanya?”

“Peaceful days”

“Hah?”

“Bagaimana caranya kami menyanyikan Peaceful Days tanpa-mu??!!!”

“Bukannya, bagian-ku di ambil alih…..”

“Bukan masalah siapa yang mengambil alih bagianmu!!” potong Koki

“Lalu apa?”

“Lyrik-nya, Akanishi. LYRIK!!!!” teriak Koki frustasi “K-A-T-T-U-N. Masa iya mau di rubah menjadi Ka-T-T-U-N??!!!”

Akanishi menatap ponselnya campuran antara rasa terkejut, ngeri dan shock. Dia sama sekali lupa ada lyric seperti itu. Well, tidak heran. Bukan hal baru, dia memang sering lupa kalau sudah menyangkut masalah lyric.

“AAHHHH!!!!!! CELAKA!!! Benar juga, aku lupa. Bagaimana ini??!!” seru Akanishi ikut panik yang langsung di sambut erangan Koki dan Nakamaru, sementara suara tawa Taguchi terdengar semakin keras.

Sementara itu, di Jepang.

“Baka” guman Ueda menghela nafas dan memijat-mijat pelipisnya, lelah.

Kame tersenyum.

KAT-TUN tetap saja KAT-TUN

*Owari*



A/N:
Yatta!!!! *syukuran* akhirnya selesai juga, yiey!!! who want a Epilog???

Sabtu, 11 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N: remember to listen promise song when read.....



Chapter 8 No More Pain (part1)

“Pi”

“Hmm?” sahut Yamapi asal tanpa mengalihkan matanya dari layar ponsel

“Pesan dari siapa sih? Serius amat”

“Bukan siapa-siapa” jawab Yamapi kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku, memastikan kontak mata dengan Ryo sebagai tanda yang dengan segera di pahami Ryo maksutnya.

“Apa? Kalian sedang merencanakan sesuatu ya?” ulang Akanishi curiga saat menangkap kontak mata Yamapi dan Ryo.

“Bukan urusanmu, Bakanishi” kata Ryo santai sebelum memejamkan mata. Dia benar-benar butuh tidur setelah mengalami kejadian yang cukup melelahkan ini.

“Cuma masalah intern tim. Daripada itu, kenapa tadi kamu memanggilku?”

“Tidak jadi”

“Hah?”

“Tidak jadi” Akanishi kembali memusatkan matanya pada papan boarding

“Jin?!”

“Bukan apa-apa”

“Sudah, jangan bertingkah kayak anak kecil” sela Ryo “Bilang saja kalau minta di antar ke toilet?”

“Bukan!! Aku cuma ingin minta tolong untuk memberikan…..” Akanishi menutup mulutnya dengan kedua tangan menyadari senyum yang terukir di bibir Ryo. Sejak dulu Ryo selalu bisa membuatnya bicara jika dia ragu-ragu “Ryo!!”

“Apa? Aku bukan tukang pos, suruh Pi saja”

“Berikan apa pada siapa?” Yamapi menarik lengan Akanishi agar kembali duduk dan tidak mencekik Ryo yang masih menyeringai, lupa kalau tadi bermaksut untuk tidur.

“Berikan pada Kazu” kata Akanishi akhirnya setelah menghela nafas menyerah, mengulurkan sebuah kunci dan kertas pada Yamapi.

“Apa itu? Surat cinta?” Ryo melongok dari balik bahu Akanishi

“Bukan!”

“Jin, ini kan kunci apartement-mu?!” Yamapi mengamati kunci yang sudah berada di tangannya, dia mengenali bentuknya karena dia sendiri juga punya.

“Memang”

“Kamu memberikan apartement-mu buat Kamenashi? Wow!” komentar Ryo

“Bukan!”

“Boleh ku lihat?” Yamapi mengacuhkan komentar Ryo dan meminta ijin melihat benda yang satunya.

“Tidak apa-apa. Baca saja”

Ryo bergerak ke belakang Yamapi untuk ikut membacanya karena penasaran. Yamapi membuka lipatan keratas dan menemukan tulisan tangan Akanishi.


Kamenashi-kun,
If you alredy forgive me, please keep this key. I give this to you, so it’s yours. And I don’t want to give you back your key too, ‘cauze you already give it to me, so it’s mine. Please, keep it with you.
Akanishi
PS: I really hate call you with that name….


“Apa?” kata Akanishi menantang saat Ryo menatapnya setelah selesai membaca

“Aku tahu kamu ter-obsesi dengan bahasa inggris, tapi apa Kamenashi bisa bahasa inggris? Kenapa juga tidak pakai bahasa jepang saja”

“Bisa. Memang pengucapannya kadang masih salah, tapi Kazu bisa. Lagipula itu pelajaran favoritnya di sekolah”

“Uh-huh, berlawanan dengannmu yang selalu cari alasan buat bolos kalau pelajaran bahasa inggris”

“Cerewet”

“Lalu?”

“Apa lagi?”

“Kenapa harus pakai bahasa inggris?”

“Bukan apa-apa” Akanishi memalingkan wajahnya yang mulai berubah warna kemerahan untuk kedua kalinya hari itu.

“Jangan bilang kamu malu menulisnya pake bahasa jepang” tebak Ryo tepat sasaran yang dengan segera tertawa keras “Bakanishi!”

“Shut Up! Ryo!!”

“Baiklah akan kuberikan, tenang saja” kata Yamapi berusaha menahan tawa.

***

“Yamashita bilang mereka ada di sekitar tempat boarding” Ueda mengedarkan pandangan ke segala arah, mencari-cari sosok yang dikenalnya. Tadi dia sempat mengirim pesan kepada Yamapi, mengatakan jika mereka akan menyusul untuk ikut mengantar Akanishi.

“Itu! Di sana” seru Taguchi menunjuk ke sebuah tempat.

Mereka mengikuti arah tangan Taguchi dan menemukan Akanishi duduk di sebuah kursi tampaknya sibuk adu mulut dengan Ryo, sementara Yamapi hanya tertawa melihat kedua temannya.

“Kame” kata Nakamaru yang melihat langkah Kame melambat seperti ragu.

“Ayo ke sana” Koki meraih lengan Kame menariknya berlari ke arah Akanishi. Taguchi segera berlari dibelakang mereka, sementara Nakamaru dan Ueda bertukar pandang sejenak sebelum menyusul ketiga temannya.

***

Yamapi menoleh saat mendengar suara langkah kaki menghampiri mereka, tersenyum dan menepuk bahu Akanishi pelan “Jin, lihat siapa yang datang”

“Hah?!” Akanishi berpaling dan menatap kelima teman band, oke mantan teman band-nya berlari ke arah mereka. Ryo tersenyum saat bertemu pandang dengan Yamapi yang memamerkan giginya.

“Akanishi!!” teriak Koki

“Akanishi!!” Taguchi melambaikan tangan dengan tersenyum

“Akanishi!!” seru Nakamaru

“Kenapa kalian ke sini?” tanya Akanishi masih tidak percaya saat melihat mereka berlima berdiri di depannya “Auch! Itai, Uebo!”

“Sudah sadar” kata Ueda yang memukul kepala Akanishi

“Kamu kan tidak perlu memukulku!” Akanishi mengusap-usap kepalanya yang sakit sembari melotot ke Ueda.

“Dengar ya! Aku cuma mau bilang…..” Ueda berpikir sejenak menelengkan kepalanya berpikir dan akhirnya memutuskan “Tidak ada yang ingin kukatakan sih”

“Hah?!” Akanishi menatap Ueda dengan mulut terbuka

“Aku saja! Aku! Aku!” Taguchi mengangkat tangannya tersenyum lebar dari belakang Ueda.

“Jangan bilang kamu mau minta oleh-oleh” sela Akanishi trauma, setiap kali saat mengantarnya pergi ke LA, selalu itu yang Taguchi katakan.

“Bukan itu.” Taguchi tersenyum dan maju selangkah menggantikan tempat Ueda berdiri. Ueda sudah berpindah berdiri di samping Yamapi dan Ryo, berjajar di belakang Akanishi. “Tenang saja, aku tidak akan minta oleh-oleh lagi. Tapi kalau kamu mau membelikan-ku game DS yang terbaru juga tidak apa-apa, atau……”

“Taguchi!” sela Ueda

“Ya?”

“Sudah, minggir saja sana. Giliranku” lanjut Nakamaru sembari mendorong agar Taguchi berpindah tempat di samping Ueda.

Akanishi memutar matanya, menahan diri untuk tidak menendang Taguchi sebelum memandang Nakamaru yang kini berdiri di depannya.

“Hmm. Akanishi…….” Nakamaru memulai tapi kemudian berhenti “Namaku Nakamaru, bukan Nakamura” berhenti sebentar untuk berpikir “Ya, cuma itu. Koki, gantikan aku” lanjutnya mengulurkan tangan ke belakang yang di sambut Koki kemudian berpindah tempat di samping Taguchi.

“Hah?!” seru Akanishi binggung “Ingatanku tidak separah itu”

“Cuma untuk meyakinkan saja” jawab Nakamaru santai

“Dia masih dendam waktu kamu bilang ‘nantoka maru’ di majalah dulu” jelas Koki “Juga karena kamu masih sering salah nama kadang-kadang”

“Salah sendiri namanya aneh”

“Dia sih bukan namanya saja yang aneh, wajahnya juga”

“Benar, bilang padanya jangan pakai wig terus”

“Sudah berkali-kali ku bilang tapi dia nekat” sahut Koki mengacuhkan protes Nakamaru yang berkata kalau rambutnya asli.

“Juga hidungnya itu” Akanishi menghela nafas sembari melipat kedua tangan di depan dada pura-pura berpikir

“Benar-benar” Koki mengikuti gerakan Akanishi

“OI!!” seru Nakamaru sebal dengan tingkah kedua temannya

“Giliranmu Kame” kata Koki tiba-tiba, menepuk bahu Kame sembari menghampiri Nakamaru yang masih protes.

“Eh?” Akanishi menelan ludah saat Kame perlahan berjalan ke arahnya.

Nakamaru langsung diam saat Kame berdiri di hadapan Akanishi.

***


A/N:
I always want to do this!!!! yeah, cut in the most interisting part *smirk* see you next week, ciao~ *satisvied*

Sabtu, 04 September 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N:
Yeah, listen promise song when read....



Chapter 7 Neiro

Yamapi memperhatikan Akanishi yang tampaknya sibuk mencari sesuatu di lemari. Ryo sudah berdecak tak sabar di sampingnya. Benda-benda dari dalam loker milik Akansihi tergeletak begitu saja di atas meja setelah di acak-acak oleh Akanishi di dalam mobil dalam perjalanan ke apartementnya tadi. Tampaknya benda yang dicari tidak ada di situ, meski tadi Akanishi sempat berseru gembira saat menemukan mini player-nya. Ketika akhirnya Akanishi menemukan apa yang di carinya, Yamapi dan Ryo bertukar pandang heran.

“Ngapain kamu bawa tas?” kata Ryo curiga. Seingatnya yang namanya Akanishi paling malas membawa barang.

Akanishi berguman tak jelas mengambil mini player yang tadi disisihkannya dan memasukkannya ke dalam tas kemudian sibuk mengikatkan tas di pinggangnya, menghindari menatap mata kedua temannya.

“Sejak kapan kamu bawa-bawa mini player? Biasanya I-pod. Katamu lebih praktis” Yamapi ganti bertanya memperhatikan tingkah Akanishi dengan cemas, jangan-jangan waktu di LA kepalanya terbentur mike saat konser.

Ryo yang campuran antara kesal karena tidak mendapat jawaban yang jelas dan juga penasaran isi tas Akanishi yang pastinya adalah benda yang sejak tadi dicari-carinya menarik tas dari tangan Akanishi. Yamapi yang juga ingin tahu membantu Ryo dengan menahan Akanishi agar Ryo mempunyai kesempatan untuk memeriksa tas misterius itu.

“OI!!! RYO!! PI!!!” seru Akanishi

Ryo menyeringai dan menarik keluar sebuah, bukan, empat buah benda dari dalam tas, membuat Yamapi terkejut sehingga melepaskan Akanishi yang dengan segera menyambar benda itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas dengan wajah memerah.

“Bakanishi tetap saja Bakanishi” kata Ryo tersenyum licik

“Cerewet!”

“Uh-huh? Aku ingin tahu apa kamu membelinya sendiri. Biar kutebak, pasti kamu memesannya lewat internet dengan nama samaran”

“Shut Up!! Ryo!!!”

Yamapi sudah tidak mendengarkan lagi pertengkaran Akanishi dan Ryo. Meski hanya sesaat, tapi Yamapi tahu dengan persis apa yang dilihatnya, 4 buah CD KAT-TUN, Lebih tepatnya 2 single dan 2 album milik KAT-TUN.

Yamapi tahu Akanishi termasuk tipe orang yang tidak akan membeli CD albumnya sendiri, terbukti dia tidak memiliki album LANDS dan marah serta meneriaki adik Shirota Yuu yang memutar lagu KAT-TUN saat mereka main ke rumahnya, membuat-nya harus membayar 2 kali lipat saat membeli necklace baru dari kakak Shirota. Namun, Yamapi juga tahu bahwa dalam CD yang tadi dilihatnya ada kemungkinan Akanishi akan membelinya, karena tidak ada Akanishi di dalamnya, karena hanya ada 5 orang dalam covernya meski bertuliskan KAT-TUN.

Bokura no Machi de.
Cartoon KAT-TUN II YOU
Going!
No More Pain.

Akanishi tidak ikut mengambil bagian di dalamnya.

“Harusnya aku tahu” kata Yamapi pelan, tersenyum

Akanishi, meski terlihat tidak peduli pada KAT-TUN namun ke mana pun dia pergi, KAT-TUN akan selalu bersamanya. KAT-TUN-lah yang membuat-nya kembali dari masa hiatus-nya. KAT-TUN juga-lah tempat di mana Akanishi selalu bisa kembali setelah lelah mencoba berbagai hal baru. KAT-TUN merupakan rumah-nya yang ketiga.

KAT-TUN

Atau mungkin lebih spesifik lagi jika dikatakan K.

***

“Tat-chan”

Ueda, Nakamaru dan Taguchi menoleh bersamaan, Kame berdiri di depan mereka dengan sebuah senyuman terukir di wajah. Bukan senyum yang selalu diperlihatkannya akhir-akhir ini, namun senyuman yang sebenarnya, yang berasal dari dalam hatinya.

“Ya?” sahut Ueda

“Aku ingin bertemu dengannya, untuk yang terakhir kali”

“Kame” kata Nakamaru pelan sebelum tersenyum mengangguk

“Bukan benar-benar terakhir sih, tapi aku ingin mengatakan apa yang kurasakan padanya. Aku ingin dia tahu kalau aku, kalau kita mendukungnya. Meski harus berpisah, tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku ingin dia tahu kalau…” Kame berhenti sejenak sebelum melanjutkan “Kalau aku tidak apa-apa”

“Ayo. Kita akan memberitahunya bahwa tidak akan ada yang berubah. Meskipun kita berpisah jalan, tapi impian kita masih tetap sama. Meski sekarang kita hanya berlima, tapi bagi kita KAT-TUN tetaplah KAT-TUN” Taguchi tersenyum mengulurkan tangannya.

“Benar. Meskipun Akanishi keluar, tapi tempatnya dalam KAT-TUN tidak akan pernah bisa tergantikan, sampai kapanpun huruf A akan tetap menjadi miliknya. Sejak dulu kalian berdua selalu bersama, meski kamu sendirian, tapi kami masih bisa merasakan keberadaannya dalam dirimu, Kame. Sama seperti huruf A yang menjadi satu dengan huruf K” lanjut Nakamaru

“Dia tidak sendirian Nakamaru. Masih ada kita. Dan tentu saja huruf A akan tetap menjadi miliknya, karena itulah kita tidak butuh anggota baru. Seperti kata Taguchi, meski kita tinggal berlima, tapi tetap ada 6 huruf dalam KAT-TUN” Ueda menepuk bahu Kame pelan.

“Biasanya, di saat begini Akanishi akan mengatakan, lain halnya dengan huruf T, berkurang satupun tidak akan menjadi masalah, karena cara bacanya akan tetap sama” kata Nakamaru tertawa yang disambut protes Taguchi.

“Ngomong-ngomong tentang huruf T, mana huruf T kita yang satu lagi?” tanya Ueda sembari melihat sekelilingnya.

“Aku tidak bisa menemukannya dimanapun, dari tadi kucoba telfon juga tidak di jawab” sahut Nakamaru

“Sudahlah, tinggalkan pesan saja biar dia menyusul nanti. Kalau kita benar-benar ingin bertemu Akanishi kita harus pergi sekarang”

Mereka menyetujui keputusan Ueda, bersama mereka berlari keluar dari gedung dengan semangat. Setidaknya, sampai mereka tiba di tempat parkir dan menyadari jika hari ini tidak ada satupun dari mereka yang membawa kendaraan.

“Tidak akan keburu kalau kita naik kereta” keluh Nakamaru menge-cek jam tangannya ketika tiba-tiba sebuah mobil berhenti di samping mereka.

“Ayo cepat naik” wajah Koki muncul dari dalam mobil.

“Koki!” Ueda bersyukur.

“Kamu hebat Koki” seru Taguchi tersenyum senang dan segera masuk ke dalam mobil di susul Nakamaru dan Ueda.

“Ayo Kame” Koki teringat ‘percakapan kecil’-nya dengan Akanishi beberapa hari lalu yang membuatnya sadar, meski terlihat bertolak belakang, pada dasarnya sifat Akanishi dan Kamenashi sama. Mereka rela melukai diri sendiri asalkan dapat membuat orang yang sangat berharga baginya tersenyum senang.

Kame mengangguk mantap dan tersenyum sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.


***___***


A/N:
hampir klimaks, yiey!!!!! rasanya lama sekali, dah males nulisnya...... kemana perginya Masa n tenimyu-ku!!!! perasaan dulu lebih suka nulis tenipuri or tenimyu, napa jadi nyasar ke akame seh? I miss write Fuji, Niou or Masa..... *sigh*

Sabtu, 28 Agustus 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N: Listen Promise song, ne~



Chapter 6 Harukana Yakusoku

“Apa yang kamu pikirkan Akanishi?!” seru Koki berang

“Koki….”

“Dulu saat kamu bilang tidak tahu akan kembali atau tidak, aku berusaha mempercayaimu, aku yakin kamu akan kembali. Sekarang, saat kamu bilang akan kembali, aku tanpa ragu percaya sepenuhnya padamu, dan apa yang kamu lakukan? Kamu pergi Akanishi. PERGI!!!” teriak Koki

“Koki…aku…”

“Kami menangis Akanishi, menangis di Dome untuk yang kedua kalinya, dengan alasan yang berbeda. Dia menangis”

“Maaf” kata Akanishi pelan setelah terdiam beberapa saat. Berusaha mengatur suaranya sebelum kembali bersuara “Aku tidak akan merubah keputusanku”

“Aku tahu. Sejak dulu aku sudah tahu sifatmu yang ini. Aku juga sudah tahu, meski aku yang sering protes tidak suka dengan KAT-TUN, tapi hanya kamu-lah satu-satunya orang yang bisa pergi meninggalkan KAT-TUN”

“Koki. Maaf”

“Bakanishi! Jangan minta maaf. Bukannya kamu tidak menyesal dengan keputusanmu? Kalau kamu minta maaf kedengarannya kamu ingin berubah pikiran. Lagipula, seperti yang Kame katakan di berita, meski aku tahu dia sendiri tidak yakin dan aku tidak tahu apa kamu lihat atau tidak, tidak masalah, lubang yang kamu tinggalkan tidak berdampak besar, setidaknya tidak sebesar saat pertama kali dulu”

“…..” Akanishi memilih untuk mendengarkan Koki meluapkan emosi-nya tanpa menyahut karena tidak mempercayai suaranya akan keluar dengan normal.

“Tapi tetap saja bagiku masih sedikit aneh. Aku sudah terbiasa mendengarmu salah mengucapkan lyrik di konser, kerjasama denganmu meng-intimidasi Taguchi, meng-hina Nakamaru. Aku sudah terbiasa bertukar pandang dengan Ueda saat melihatmu memperhatikannya”

“Koki…..” kata Akanishi pelan dengan mata yang mulai basah.

Karena inilah sebisa mungkin Akanishi menutup diri dari segala hal tentang KAT-TUN. Tapi setelah melihat liputan dari Dome, Akanishi mengambil resiko dengan menerima telfon dari Koki. Meski tahu akan membuatnya sedih, tapi dia ingin memastikan keadaan Kame.

Nakamaru dan Taguchi merupakan orang yang paling jujur di antara mereka berenam, tidak heran jika mereka sulit menahan emosi mengenai hal-hal tertentu. Seperti saat konser pertama di Dome, mereka berdua-lah yang pertama kali menangis terharu. Koki, meski perasaannya halus, tapi dengan image-nya masih berusaha untuk mengendalikan diri. Begitu juga Ueda yang paling tegar di antara mereka.

Akanishi sendiri lebih mempertahankan harga diri-nya. Karena itu, apapun yang terjadi, dia tidak akan kalah dengan perasaannya. Memang banyak yang bilang Akanishi selalu terlihat apa adanya, saat senang dia akan tertawa, saat kesal dia tidak akan repot-repot tersenyum meski di depan kamera. Tapi itu hanya karena pengaruh mood dan sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri-nya.

Sementara Kame. Kame merupakan orang yang selalu berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri. Dia bahkan bisa tertawa di saat sedih sekalipun. Dia juga sangat memperhatikan sekelilingnya, terutama teman-temannya tanpa peduli dengan dirinya sendiri. Karena itulah, jika semua temannya jatuh, maka meski dirinya sendiri bahkan terluka lebih parah, dia masih tetap akan tersenyum, berusaha tegar demi orang lain.

Bodoh. Akanishi selalu menganggap bodoh sifat Kame yang satu itu. Kenapa harus mengorbankan diri demi orang lain. Kame selalu berkorban tanpa memikirkan dirinya sendiri, karena itu Akanishi ingin berada di sampingnya berharap setidaknya dapat menggurangi luka Kame. Sejak dulu, sejak pertama kali bertemu, Akanishi berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu melindungi dan menjaga Kame.

Mendengar Koki, bahkan Ueda menangis membuat Akanishi ketakutan. Jika sampai mereka berdua menangis, maka Kame pasti akan berusaha mati-matian menahan diri untuk bersikap tegar. Akanishi tidak berani membayangkan seperti apa keadaan Kame saat ini.

“Koki… Koki… tolong aku, beradalah disampingnya. Tolong aku Koki” kata Akanishi

“Dulu kamu juga mengatakan hal yang sama”

“Dan kamu melakukannya, tolong koki, aku tidak pernah menunduk di hadapan orang lain, hanya padamu Koki, tolong aku, tetaplah berada di sampingnya. Gantikan tempat-ku. Hanya kamu yang bisa. Please….”

“Tidak ada yang bisa menggantikan tempat-mu Akanishi. Kamu sendiri pasti menyadarinya kan. Meski aku, Ueda atau yang lain mencoba men-support-nya dia hanya akan berkata terima kasih dan tersenyum, bukannya merasa ter-support tapi kurasa dia semakin menekan dirinya sendiri karena beranggapan menyusahkan yang lain” Koki melunakkan nada suaranya. Dia marah, ya. Sedih, tentu saja. Tapi Koki juga menyadari perasaan Akanishi sekarang lebih kompleks dari mereka.

“Kamu tahu. Kemarin ada yarakashi yang kembali menyerang Kame. Dan di saat itu entah kenapa aku merasa mendengar suaramu yang berteriak ke arah mereka, menyuruh mereka diam. Kami melindunginya, tentu saja. Tapi tidak ada diantara kami yang berani berbuat sejauh yang kamu lakukan dulu”

“Maaf. Maaf. Maaf” Akanishi berusaha menahan diri meski air sudah mengalir deras dari kedua matanya sejak tadi.

“Jangan minta maaf padaku Akanishi. Bicaralah langsung dengannya, kalau kamu merasa tidak akan sanggup menahan diri jika berhadapan langsung, setidaknya telfon atau kirim pesan padanya”

“Aku tidak bisa Koki. Aku tidak bisa” ulang Akanishi “Kamu tahu aku tidak akan bisa. Kumohon Koki, tolong aku. Please”

“Tidak. Kami juga terpukul Akanishi. Kami sendiri masih kesulitan untuk menolong diri sendiri. Maaf, kali ini aku tidak bisa menolong-mu. Tenang saja, kami tidak marah padamu, kami paham dan mendukungmu sepenuhnya. Sampai jumpa”

“Koki!! Koki!! Koki!!!!” Akanishi berteriak-teriak memanggil Koki, berusaha menahan Koki, tapi hanya nada dengung yang menyahut panggilannya.

Koki sudah memutuskan sambungan.

“Tidak. Tidak” guman Akanishi panik “Aku harus melakukan sesuatu. Tidak. Kazu, Kazu…..”

Akanishi menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala. Dia tahu kalau baru tadi dia menghubungi dan berteriak senang memberi kabar akan debut solo, dia juga tahu perbedaan waktu antara Jepang dan LA, dia juga tahu apa yang akan dilakukannya akan menyusahkan orang lain, tapi dia tidak peduli. Yang ada di pikirannya sekarang hanya satu.

Kame.

Dengan tangan bergetar hebat Akanishi menekankan telfon ke telinganya, berharap orang yang dihubunginya segera mengangkat telfon. Air mata masih terus mengalir, namun tidak lagi dia pedulikan.

“Yeah, hallo…” sahut sebuah suara dari seberang

“Pi! Aku ingin minta tolong…..” tangis Akanishi langsung pecah setelah mendengar suara sahabatnya.

***

“AkaKame” panggil Nakamaru kesal

“Apa?” sahut Akanishi merasa terganggu

“Apanya yang apa? Kalau kalian berdua tidak cepat kita bisa terlambat tahu”

“Hah, bukannya kamu sudah biasa telat. Mereka tidak akan heran” sahut Akansihi masih tidak peduli yang mendapat pandangan protes Nakamaru

“Justru itu aku tidak ingin telat sekarang”

“Uh-huh. Terserahlah”

“Sudah jangan bertengkar, nanti kita benar-benar bisa telat” Kame bersuara saat melihat Nakamaru hendak membuka mulutnya lagi. “Ayo cepat, Jin. Aku kan tidak pernah telat, nanti rekor-ku bisa tercemar kalau sampai telat”

“Baiklah kalau kamu yang minta. Ayo” Akanishi menarik lengan Kame dan mulai berlari “Woi! Nakamura, ayo cepat! Katanya tidak mau telat?!” teriaknya pada Nakamaru

“Namaku Nakamaru!” seru Nakamaru sebal “Hah, kenapa juga aku kebagian jatah pergi bersama mereka berdua sih” keluhnya sembari berlari menyusul kedua temannya.

‘Jika kamu ingin mencari Kamenashi, carilah Akanishi’

Kalimat itu sangat terkenal di kalangan junior, bahkan mungkin senior juga, di JE. Sejak masuk JE mereka berdua tidak pernah bisa dipisahkan. Awalnya mereka tidak bisa mengerti kenapa Akanishi mau berteman dengan Kamenashi yang notabene banyak dijauhi dan tidak punya teman karena dianggap ‘buruk rupa’ padahal Akanishi sudah memiliki banyak teman yang jauh lebih baik dari Kamenashi.

Namun melihat perkembangan dan perubahan yang terjadi pada Kamenashi, akhirnya pertanyaan itu terjawab. Akanishi sudah bisa melihat bahwa Kamenashi mempunyai banyak hal yang menarik jauh sebelum semua orang yang berada di JE menyadarinya. Ramah, ceria, pekerja keras, baik hati, setia kawan, dan masih banyak sifat-sifat baik lainnya yang selama ini tidak nampak.

Meski akhirnya Kamenashi perlahan-lahan mulai memiliki teman, tapi tetap saja dia selalu terlihat tak jauh dari Akanishi berada. Teman-teman Akanishi yang lain, seperti Yamapi, Ryo, atau Toma juga sudah terbiasa melihat Kamenashi yang selalu mengikuti Akanishi. Karena itu, saat Takki memberi pet name untuk mereka, dengan gembira seluruh JE menggunakannya sebagai nama resmi.

AkaKame.

Lebih cepat mengucapkan kata AkaKame dari pada Akanishi, Kamenashi ketika hendak menyapa mereka berdua. Dan entah sejak kapan, nama itu menjadi lebih pendek lagi. Mereka sendiri tidak tahu jika nama itu perlahan berubah jika Yokoyama tidak mengucapkannya.

“Akame!” Yokoyama menghampiri mereka berdua “Kucari-cari ternyata kalian di sini. Kamu lihat Ryo tidak? Aku ada perlu dengannya. Uchi menitipkan ini padaku, kalian berdua ini benar-benar baseball freak ya”

Kamenashi tersenyum menerima majalah baseball dari Yokoyama yang memang miliknya. Uchi meminjamnya beberapa hari yang lalu.

“Heh, tahu Ryo di mana tidak?” ulang Yokoyama memukul kepala Akanishi yang cuma diam melihat

“Oh, kamu bicara padaku juga?”

“Kan tadi aku bilang, aku mencari kalian berdua. Lagian tadi aku memanggil kalian berdua kan?”

“Aku tidak dengar”

“Akame!”

“Huh?” sahut Akanishi binggung

“Akame. Aku lihat nama AkaKame jadi singkat di kalangan fans luar negeri”

“Oh, kukira tadi kamu bilang ‘aa, Kame’ jadi kukira kamu cuma ada perlu dengan Kazu”

“Buat apa aku tanya Ryo ke Kame? Bakanishi!”

“Oi! Terserah dengan Akame, tapi jangan gunakan Bakanishi. Aku tidak bodoh. Argh, aku ingin menghajar Pi karena membuat nama itu”

“Ya, ya, terserah kamu saja, lalu?”

“Apanya?”

“Ryo! Tahu di mana Ryo tidak? Berapa kali aku harus tanya sih?!”

“Oh. Dia ada di kantin dengan Pi” jawab Akanishi akhirnya

“Bilang dari tadi. Bakanishi!”

“OI!!” seru Akanishi berteriak ke arah Yokoyama yang sudah meninggalkan mereka dengan kesal sebelum berpaling pada Kame yang tertawa keras “Mou, Kazu. Sama sekali tidak lucu”

“Maaf. Maaf” kata Kame masih tetap tertawa

“Ah, sudah. Kembali ke pembicaraan tadi. Pokoknya kalau aku menang di Junior Fight aku akan minta jalan-jalan ke Okinawa bersamamu, tapi kalau kamu yang menang kamu minta jalan-jalan ke Hokkaido denganku”

“Kenapa seperti itu?”

“Katanya kamu ingin ke Okinawa? Gimana sih”

“Iya, aku ingin ke Okinawa, tapi kenapa kalau menang aku malah harus minta hadiah buat jalan-jalan ke Hokkaido”

“Karena aku ingin ke Hokkaido”

“Ya makanya, kenapa tidak minta hadiah sesuai keinginan masing-masing saja?” ulang Kame sabar

“Kamu tidak suka pergi denganku?”

“Aku kan tanya tujuannya bukan masalah harus mengajak siapa?!”

“Yah… soalnya…”

“Apa?”

“Soalnya kan….”

“Jin!”

“Ku pikir yang namanya hadiah kan diberikan untuk membuat orang lain senang. Dan aku ingin memberi hadiah buat-mu. Kalau aku menang dan mengajakmu pergi ke Hokkaido, itu kan sama saja cuma mengajakmu ikut ke tempat yang kuinginkan, bukan membawamu ke tempat yang kamu inginkan, berarti itukan bukan hadiah” guman Akanishi suram

“Tapi itukan hadiah kemenanganmu sendiri, tidak salah kan kalau kamu minta untuk kesenanganmu?”

“Kan perginya berdua, tidak asyik kalau pergi sendirian. Kamu ingin ke Okinawa, bukan Hokkaido. Aku tahu itu hadiah-ku, tapi aku ingin memberimu hadiah. Lagipula selain kamu aku tidak bisa memikirkan orang lain yang ingin kuajak. Kamu kan tahu aku selalu canggung kalau cuma berdua”

“Dengan Yamashita dan Nishikido tidak kan?”

“Tidak mau, Ryo menyebalkan, mana enak menghabiskan 2 hari liburan dengannya, sementara Pi, dia sudah sering pergi, dia kan tuan muda”

“Ya… Boleh saja” sahut Kame berusaha menerima alasan Akanishi yang menurutnya kurang logis sembari menahan tawa melihatnya merajuk dengan dua tangan terlipat di depan dada dan menatap Kame seperti anak kecil.

“Benar? Janji ya” sahut Akanishi tersenyum senang, lupa kalau sedang merajuk “Yiey!!” lanjutnya saat melihat Kame tersenyum menganggukkan kepala.


***___***

Sabtu, 21 Agustus 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N:
Again, listen promise song ne~



Chapter 5 Our Story

“Jin” Yamapi berhenti dan berpaling memandang Akanishi yang masih berdiri di sepan lokernya. Ryo berdiri diam di samping Yamapi “Kita harus mampir ke apartement-mu dulu sebelum ke bandara. Kalau tidak cepat kamu bisa ketinggalan pesawat”

Akanishi hanya mengangguk lemah sembari menutup pintu lockernya. Menghela nafas sebelum mengulurkan tangan, mengambil huruf ‘A’ berwarna merah yang menghiasi pintu locker dan meletakkannya di sebelah huruf ‘K’ yang menjadi hiasan pintu loker di sampingnya.

Inilah akhir dari semuanya. Akhir untuk sebuah awal yang baru.

Akanishi meletakkan buku yang sudah tak berbentuk di atas meja sebelum melangkah menghampiri Yamapi dan Ryo yang menunggunya di depan pintu. Berpikir untuk mengirim pesan kepada Ibunya agar jangan marah jika nanti Kame mengembalikan buku yang rusak, toh dia, anaknya sendiri, yang membuat buku itu hancur.

Untuk terakhir kalinya Akanishi menatap ruangan yang mendominasi sebagian kenangan yang dimilikinya. Hampir 11 tahun ruangan itu menampung 6 orang anak di bawah nama KAT-TUN sebagai base camp mereka. 6 orang anak yang pada awalnya saling tidak suka, 6 orang anak yang sulit diatur oleh senpai-senpai mereka, 6 orang anak yang memiliki impian yang sama. Pertengkaran, teriakan, tawa, tangis, semuanya pernah terdengar dari dalam ruangan itu.

Akanishi menutup pintu dan berdiri selama beberapa saat memandangnya, menundukkan badan, menggumamkan kata ‘terima kasih’ dan akhirnya menghela nafas sebelum berbalik melangkah pergi, menghampiri Yamapi dan Ryo.

“Ayo pergi”

***

“Aku tidak bisa menemukan Koki” kata Nakamaru

“Rasanya sudah lama ya kita tidak tinggal di kantor sampai selarut ini” sahut Taguchi memandang ke luar jendela

“Bukannya sering ya”

“Maksutku bukan karena alasan pekerjaan. Waktu masih junior dulu kita kan sering sengaja berlama-lama di base camp hanya untuk sekedar membicarakan entah apa. Lebih sering bertengkarnya sih tapi” Taguchi tersenyum

“Iya juga. Padahal dulu kita berisik sekali kalau sudah berkumpul” kenang Nakamaru “Selalu bertengkar hanya gara-gara masalah sepele, siapa memakai punya siapa, siapa menghabiskan makanan siapa”

“Tapi menyenangkan sekali rasanya. Aku masih ingat pertama kali kita disatukan. Meski sudah saling mengenal tapi saat dikatakan ini akan menjadi grup yang resmi, meski belum debut, rasanya senang sekali, aku sampai tidak bisa tidur malam harinya membayangkan seperti apa teman-teman satu grup-ku nanti”

“Aku juga. Awalnya aku tidak begitu yakin, dengan Ueda dan ‘peri’-nya, Koki yang selalu protes kenapa harus bersama kita sementara dia lebih senior, kupikir akan seperti apa nantinya grup kita ini. Semua anggotanya memiliki ego yang tinggi”

“Betul. Dulu aku pernah membentuk tim dengan Akanishi, meski cuma sebentar. Dia anak yang menyenangkan. Aku selalu berpikir, meski di tengah-tengah banyak orang dia selalu ramai dan usil sehingga menjadi pusat perhatian, tapi jika hanya berdua, dia berubah menjadi pendiam”

“Ya, aku juga heran dengan itu. Tapi teman-temannya sangat banyak. Entah kenapa anak itu seperti magnet yang dapat dengan mudah menarik perhatian orang. Saat baru akan audisi-pun dia sudah seperti itu, dikelilingi banyak orang”

“Tidak lulus kan? Sebenarnya. Padahal di antara kita Akanishi-lah yang mempunyai banyak potensi. Suara? Tinggi rendah dan nada-nada yang sulit bisa dilakukan, dia juga bisa menyanyikan segala macam aliran musik. Musik? Sebagian lagu KAT-TUN dia yang buat meski kadang hanya lyrik saja, bahkan lagu pertama kita Love or Like juga hasil karyanya”

“Aku juga terkejut. Dia bisa menguasai beatbox lebih baik kalau saja mau berlatih, sama dengan kemampuan dance-nya yang sebenarnya bisa lebih baik kalau dia sungguh-sungguh”

“Kenapa kita tiba-tiba membuat daftar kelebihannya ya?”

“Karena kalau kita buat daftar kekurangannya sampai berapa tahunpun tidak akan selesai” jawab Nakamaru

“Benar juga” sahut Taguchi tertawa

“Hampir 10 tahun” kata Nakamaru setelah tawa mereka reda “Padahal baru beberapa hari kemarin Akanishi diputuskan keluar, tapi kita membicarakannya seolah-olah sudah lama sekali”

“Kurasa karena kita juga sudah lama tahu suatu saat hal ini akan terjadi. Dan kita sudah cukup berduka selama beberapa hari ini. Mungkin sekarang saatnya kita melangkah maju”

“Kamu benar. Lagipula meski berpisah jalan, tapi tujuan kita tetap sama. Dia masih terus bernyanyi, kita juga. Suatu hari aku yakin kita akan bersisipan jalan lagi, sampai saat itu tiba, kita sudah berjanji kan?”

“Will be all right” sela Ueda tiba-tiba “Bukankah itu salah satu lagu yang dibuatnya? GOLD, Harukana Yakusoku, Precious One, Neiro, Going!, Smile, Faraway, Promise Song dan masih banyak lagi. Janji kita bertebaran dalam lagu-lagu itu kan? Janji untuk saling mendukung untuk meraih mimpi. Dan itu yang sedang kita lakukan sekarang”

Nakamaru dan Taguchi memperhatikan Ueda yang melangkah menghampiri mereka, tersenyum menyetujui kata-katanya.

“Mengekspresikan perasaan pada lagu, itukan cara kerja khas milik-nya” Ueda memandang ke bawah, memperhatikan 3 orang sosok yang dikenalnya sedang berjalan menuju salah satu mobil di tempat parkir.

Ano toki no ano basho kienai kono kizuna” kata Taguchi tiba-tiba membuat Nakamaru dan Ueda memandangnya dengan alis terangkat sebelum bertukar pandang.

“Taguchi tetaplah Taguchi” Nakamaru tertawa

“Lalu, bukankah kalian tadi ku suruh mencari Koki, kenapa malah ngobrol di sini?” tanya Ueda mengacuhkan ekspresi terluka Taguchi.

Kame mendengarkan pembicaraan ketiga temannya dalam diam. Memang KAT-TUN berubah, namun tujuan awal mereka masih tetap sama. Bukan hanya itu, mereka juga masih tetap sama, bertambah dewasa, tentu saja, tapi perasaan mereka tetap sama. Selamanya, meski berkurang satu namun itu tidak akan merubah apa yang telah mereka bentuk hingga saat ini. Jauh di luar sana, Akanishi tetap bernyanyi dengan suara yang mereka kenal, menyuarakan impiannya, menuju dunia. Meski terpisah, meski berselisih jalan, cerita di antara mereka tidak akan pernah hilang.

Selamanya.


***___***


A/N:
Another Short chapter?! gomen m(_ _)m

Sabtu, 14 Agustus 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N:
Listen Promise Song when you read.....



Chapter 4 Precious One

“Kali ini kenapa kamu pulang lagi?” kata Ryo kesal karena malam-malam terpaksa menemani Yamapi menjemput Akanishi di bandara.

“Cuma sehari, nanti malam juga aku sudah kembali ke LA, ada yang ketinggalan” jawab Akanishi tak peduli. Belum lama ini memang dia pulang selama beberapa hari setelah konsernya sukses untuk suatu keperluan.

“Serius Jin. Tadinya aku tidak ingin ikut campur masalahmu, tapi kemarin saat berita mengenaimu keluar di Tokyo Dome aku jadi ingin tahu, jangan-jangan kemarin kamu pulang karena hal ini?” tanya Yamapi

“Yah, kira-kira begitulah. Sebelumnya memang keputusannya kan baru akan di ambil setelah konser LA ini kelihatan hasilnya, jadi wajar kalau aku pulang untuk melihat keputusannya setelah konser selesai kan?”

“Lalu? Berarti sekarang kan sudah jelas” sela Ryo “Kenapa sekarang kamu pulang lagi?”

“Kenapa kamu yang ribut? Terserah aku mau ada di mana saja kan?!”

“Tentu saja aku ribut, aku baru pulang dari Osaka, kamu malah minta di jemput di bandara, padahal aku ingin tidur”

“Aku minta tolong di jemput Pi!”

“Aku sedang di rumah Pi!”

“Salah sendiri ikut?!”

“Mana mungkin aku tinggal?!”

“Sudah. Bukannya kamu pulang diam-diam biar tidak ada yang tahu, Jin. Kalau ribut nanti ada yang sadar” Yamapi menengahi “Ayo cepat, kamu masih punya kesempatan buat tidur sebelum kita ke kantor meski cuma sebentar Ryo”

Akanishi menjulurkan lidah ke arah Ryo penuh kemenangan. Meski tahu tindakannya akan merepotkan kedua temannya, apalagi Yamapi yang sedang sibuk mempersiapkan single terbarunya, Akanishi tidak peduli. Yah, tapi tetap tentu saja Akanishi benar-benar merasa minta maaf dan berterima kasih untuk hal ini.

Setelah melihat siaran berita -yang sebenarnya tanpa sengaja karena Akanishi sudah berniat menutup mata dan telinga terhadap KAT-TUN setidaknya untuk beberapa saat- mengenai pemberitaan keputusan yang diambilnya dan tanggapan teman satu bandnya, mau tidak mau Akanishi merasa ingin setidaknya melihat mereka secara langsung untuk yang terakhir kali.

“Mereka menangis, itu yang kudengar” suara Yamapi memecah keheningan mereka dalam perjalanan “Katanya, Koki tidak sanggup meneruskan menyanyi, bahkan Ueda juga menangis”

“Aku tahu” jawab Akanishi pelan

“Promise Song” guman Ryo “Di angkat dari kenyataan hah?”

“Aku tahu” ulang Akanishi

“Tokyo Dome. Kalian selalu membuat sejarah di tempat itu ya. Rasanya seperti baru kemarin aku mendengarmu berteriak senang akan debut” lanjut Yamapi

“Sebenarnya memang kemarin” sahut Ryo “Dia telfon dan bilang akan debut kan? Lupa kalau di sini masih subuh”

“Ah, benar juga” kata Yamapi tertawa

Keheningan kembali menyelimuti mereka.

***

Kame masih ingat dengan jelas kata demi kata yang keluar dari mulutnya saat itu. Saat mengkonfirmasi kepergian Akanishi dari KAT-TUN. Kalimat yang dia sendiri tidak ingin mempercainya. Kame juga masih ingat dengan jelas saat mereka menyanyikan ‘Promise Song’ di Tokyo Dome kemarin. Koki yang tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun, Nakamaru, Taguchi bahkan Ueda berakhir menyerah terhadap perasaan dan menangis.

Sekalinya mereka menangis dalam konser adalah saat konser pertama mereka, Real Face konser, di saat mereka menyanyikan ‘Precious One’ sebagian dari mereka berakhir dalam tangis. Tangisan bahagia. Sama sekali bertolak belakang dengan sekarang.

Ironis.

‘Six of as KAT-TUN’, ‘K-A-T-T-U-N, we are KAT-TUN’

Selama ini, itu adalah kalimat yang menopang mereka, namun sekarang hanya dengan mengingat kalimat itu saja terasa sangat berat.

“Tidak akan terlalu menimbulkan masalah…. meski hanya berlima….. bodoh menyuruhnya kembali…. kedua kalinya……” Guman Kame pelan, membuat Nakamaru, Ueda dan Taguchi bertukar pandang dalam diam, teringat dengan ucapan Kame sebelumnya dalam menanggapi berita kepergian huruf A mereka.

“Aku sendiri tidak percaya dengan apa yang sudah kukatakan…” desah Kame

“Kame?!” Ueda menatap Kame cemas.

Air mata kembali mengalir di wajah Kame yang masih tanpa ekspresi.

“Bohong” sebuah senyuman terukir saat Kame mengucapkannya dengan nada datar, membuat Nakamaru dan Taguchi mulai ketakutan.

“Sungguh sebuah kebohongan yang besar”

Kame tertawa.

***

Akanishi menatap langit-langit kamarnya di LA. Akanishi masih ingat dengan jelas reaksi teman-temannya setiap dia mengambil keputusan untuk melangkah sendiri, berpisah jalan dengan mereka.

Dulu, pertama kali Akanishi membuat keputusan untuk study abroad, Ueda menatapnya siap membunuh, Koki berteriak marah, Nakamaru mencoba tenang tapi Akanishi mendengar jelas kesedihan dalam suaranya, Taguchi untuk pertama kalinya tidak tersenyum. Sesaat Akanishi merasa Taguchi sudah memperkirakan hal ini, tapi kemudian dengan cepat menghilangkan perasaan itu, bagaimanapun ini Taguchi.

Kame? Dia hanya diam.

Namun satu-satunya orang yang tidak membantah dan langsung mendukung keputusannya.

Kedua, saat Akanishi mengambil keputusan untuk meraih kesempatan konser di LA meski harus mengorbankan World Tour. Reaksi yang diterimanya lebih mudah dari saat pertama. Kecewa, jelas, tapi mereka semua sepakat mengatakan kalau ini kesampatan besar yang jarang ada, wajar kalau tidak melewatkannya. Mendukung sepenuhnya tanpa perbedaan pendapat terlalu lama, dan juga tanpa teriakan.

Kame? Dia tersenyum.

Tersenyum sangat senang seolah-olah dirinya yang mendapatkan kesempatan besar itu.

Dan sekarang untuk ketiga kalinya Akanishi mengambil keputusan.

Meninggalkan KAT-TUN untuk meraih impiannya melangkah sendiri.

Akanishi tidak menyesal dengan keputusan yang dipilihnya.

Sama sekali tidak.

Sudah jelas tidak.

Tidak akan pernah.

Selama ini Akanishi selalu merasakan sebuah kekosongan dalam dirinya. Sebuah tempat kecil yang tidak begitu dia perhatikan. Awalnya Akanishi merasa bahwa itu adalah tempat di mana dia bisa berdiri sendiri di atas panggung. Sendirian tanpa harus berbagi dengan 5 orang yang lain. Dan saat akhirnya hal itu terwujut dan harusnya tempat yang kosong itu menghilang, ternyata tempat itu masih tetap ada.

Masih tetap kosong dan tidak tersentuh.

Sama, hanya berganti dengan perasaan, bahwa itu adalah tempat di mana dia selalu berdiri bersama 5 orang dalam sebuah panggung yang besar. Akanishi menyadarinya saat dia harus menunggu di belakang panggung sendirian, duduk istirahat di ruang ganti yang terasa sepi dan luas, mendengar suaranya mengalun bersama musik tanpa ada suara lain.

Setiap kali berpaling dari lautan manusia, Akanishi selalu mendapatkan senyuman lebar Taguchi dan wajah Nakamaru yang aneh, mendengar teriakan Koki, merasakan tepukan pelan Ueda di bahunya, juga keberadaan Kame di sampingnya.

Apa sebenarnya tempat itu. Tempat yang selalu kosong jauh di dalam dirinya. Mungkinkah itu adalah sebuah tempat yang special, tempat khusus yang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa terisi.

Tempat yang tidak terjangkau oleh apapun.

Tempat bagi suatu hal yang sangat berharga dalam hidupnya.

Tempat bagi sang Precious One.

“Kazu…” air perlahan mengalir turun dari mata Akanishi


***___***


A/N:
HAPPY SCOUNT DAY'S, minna \(^o^)/
Duh, rasanya jadi inget dulu tiap nih hari pasti pergi makam pahlawan setelah ngadain ulang janji di sekolah (^.^)
GA-CUT-JOSS!!! ciao~ *wink*

Sabtu, 07 Agustus 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
A/N:
Please listen Promise Song when you read......



Chapter 3 Heartbreak Club

“KAT-TUN” guman Yamapi membuat Ryo menoleh menatapnya heran “Dari semua grup JE, kupikir hal seperti ini tidak akan pernah terjadi pada mereka. Maksutku, ayolah, kata KAT-TUN dan ‘member-ai’ tidak akan pernah muncul dalam satu kalimat. Mereka hanya akan menertawakannya”

“Lalu?”

“Tadinya ku pikir kepergian Jin dari KAT-TUN tidak akan jadi se-dramatis ini. Mereka individual, egois, keras kepala, tidak cocok satu sama lain” Yamapi terdiam

“Selama ini, aku hanya pernah berada di posisi yang ditinggalkan” guman Ryo teringat kejadian berkurangnya anggota Kanjani8 dan juga NewS.

“Aku juga” guman Yamapi tapi kemudian menambahkan “Ah, tidak juga sih, aku keluar dari 4STOP, kalau itu masuk hitungan”

“Kurasa, semua grup JE tidak ada yang tidak mengalami perubahan”

“Ya. Dibandingkan yang lain, mereka pantas berbangga diri. Dengan anggota yang seperti itu mereka bisa bertahan selama hampir 10 tahun”

“Ah, tapi Tokio dan SMAP tidak ada masalah kan?”

“Jangan lupa Arashi”

“Ya. Mereka juga” kata Ryo menyetujui

“Kenapa mereka bisa bertahan ya?” Yamapi memandang langit-langit kamarnya sembari menerawang, teringat telfon yang barusan diterimanya. Belum pernah Yamapi mendengar Akanishi menangis sampai seperti itu.

“Mungkin karena mereka professional?!” Ryo menyeringai saat Yamapi memandangnya tak paham “Mereka bekerja dengan ini” katanya menunjuk pelipis “Bukan dengan ini” lanjutnya sembari menurunkan telunjuknya ke dada.

“Kurasa mereka mengenal ‘member-ai’ juga” sahut Yamapi tertawa “Mungkin kita harus minta nasehat para senpai”

“Kalau begitu, antara ini, ini, ini dan ini sejalan” Ryo bergantian menunjuk dada, pelipis dan wajah kemudian menggerak-gerakkan tangannya.

Yamapi kembali tertawa.

Selama ini Akanishi selalu menceritakan semua masalahnya kepada mereka berdua. Terutama Yamapi. Ryo berusaha menjadi teman yang baik, tapi keadaan memaksanya untuk sering kali pulang-pergi Tokyo-Osaka, membuat–nya melewatkan beberapa hal yang terjadi pada Akanishi. Yamapi-lah satu-satunya orang yang mengetahui semua rahasia Akanishi yang tidak pernah dikatakannya pada orang lain.

Mendengar keluhan, luapan marah, cerita, tempat curhat atau menangani sifat merepotkan Akanishi yang kadang muncul jika terlalu banyak minum saat clubbing masih bukan apa-apa dibandingkan dengan mendengar Akanishi menangis putus asa dalam telfon. Jika Ryo tidak mengenggam tangannya dan menatapnya dalam diam, menyuruhnya untuk tegar, Yamapi sudah akan menangis bersama Akanishi.

‘Ryo’ hanya itu yang sempat diucapkannya setelah berusaha menenangkan Akanishi dan berjanji akan menjemput serta membantu sebelum akhirnya dia sendiri menangis keras dalam pelukan Ryo.

Ryo mengucap syukur dalam hati karena memutuskan untuk pulang ke Tokyo dan menginap di tempat Yamapi. Jika tidak, Ryo akan menyesal seumur hidup. Selama ini dia tidak bisa berbuat banyak untuk Akanishi, Yamapi-lah yang selalu berada di sampingnya. Hanya ini yang bisa Ryo lakukan sekarang, menopang Yamapi saat dia lelah agar tetap mampu menopang Akanishi. Perlu waktu satu jam bagi Ryo untuk meredakan tangis Yamapi.

“Adakah yang bisa kita lakukan?” Yamapi menghela nafas

Ryo hanya diam.

***

“Akanishi berangkat ke LA malam ini, jam 11” kata Ueda sembari menge-cek jam tangannya.

“Ayo ke sana” untuk pertama kalinya Taguchi membuka suara “Aku ingin mengantarnya. Setidaknya, aku ingin Akanishi tahu jika…jika kita…”

“Aku paham maksutmu” Nakamaru menepuk bahu Taguchi “Kurasa dia yang paling merasa sedih saat ini. Kita berlima, sedang dia….”

“Bertiga dengan Yamashita dan Nishikido” Ueda menyelesaikan kalimat Nakamaru dan memberi tanda ke arah Kame yang sejak tadi hanya diam saja.

“Aku cari angin sebentar” guman Koki tak jelas segera beranjak keluar.

Selama ini selalu Ueda dan Koki yang berdiri membela Kame, sementara Nakamaru berusaha mencari solusi jalan tengah yang tidak merugikan siapapun. Akanishi selalu berusaha berdiri di luar garis dan tidak ingin ikut campur. Taguchi lebih memilih untuk diam dan memperhatikan.

Meski bersikap seolah tak peduli, Akanishi-lah yang paling peduli dengan Kame. Meski selalu berusaha membuat jarak dan terlihat bosan saat bersama KAT-TUN, tapi sebenarnya Akanishi hanya merasa canggung dan tidak tahu harus bersikap seperti apa, terlebih lagi jika mereka di hadapkan pada kamera. Pada dasarnya Akanishi bukanlah anak yang mudah menyesuaikan diri, dia merasa aman di lingkungan yang dikenalnya seperti Yamapi atau Ryo, meski terlihat ramai, tak peduli dan sebagainya, namun sebenarnya dia merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang asing. Sebelumnya, KAT-TUN merupakan lingkungan yang familiar bagi Akanishi, tapi setelah masa hiatus-nya dari LA, mungkin Akanishi menyadari perbedaan gap yang timbul selama masa absent-nya. Banyak hal yang dilewatkan dan membuatnya merasa berada di lingkungan baru yang sama sekali asing.

Taguchi menyadari itu.

Taguchi juga menyadari bahwa Akanishi sudah mulai bersikap seolah KAT-TUN merupakan lingkungan asing selama beberapa hari sebelum keinginannya untuk hiatus. Lebih tepatnya, KAT-TUN berubah dari sesuatu yang ‘familiar’ menjadi sesuatu lain yang menyebabkan Akanishi menganggapnya sebagai ‘asing’.

Terutama terhadap Kamenashi.

Satu hal tentang Akanishi yang tidak di pahami oleh Taguchi.


***___***


A/N:
Short update! I know, I am sorry. Wait the next chapter ne~ *wing*

Sabtu, 31 Juli 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
A/N: Please listen 'PROMISE SONG' when you read this. (^_^)



Chapter 2 Faraway

Yamapi dan Ryo bekerja dalam diam mengosongkan locker milik Akanishi sembari sesekali saling bertukar pandang, masing-masing berusaha menyuruh yang lainnya untuk menghampiri dan men-support Akanishi yang sedari tadi hanya duduk diam tak jauh di belakang mereka.

Setelah untuk yang kesekian kalinya Ryo memberinya pandangan ‘aku tidak mungkin membuatnya lebih baik dengan mengkritik kan?!’ maka Yamapi akhirnya menghela nafas mengalah dan berbalik hendak melaksanakan tugasnya. Selama ini memang begitulah peran mereka dalam kehidupan Akanishi, tugas Ryo mengkritik sementara Yamapi menasehati.

Ryo mengangkat kedua alisnya saat melihat tidak sampai satu detik Yamapi kembali berpaling dan mulai meneruskan kegiatan awal mereka.

“Apa?” kata Ryo tanpa suara saat tidak menangkap maksut Yamapi yang memberi kode dengan gerakan mata dan kepalanya. Selama beberapa kali Yamapi hanya mengulang-ulang gerakannya, membuat Ryo akhirnya menghela nafas dan menoleh ke belakang yang dengan segera di sesalinya.

Akanishi duduk di sebuah kursi memandang ke luar jendela dengan ekspresi yang menyedihkan. Berkali-kali mengerjabkan matanya berusaha menahan air mata yang sebagian sudah lolos mengalir dengan tangan kanan yang bertopang pada tepi jendela di tekankan kuat-kuat pada mulutnya agar tidak ada suara yang keluar meski sekecil apapun sementara tangan kirinya sibuk meremas buku yang sudah hampir tak berbentuk lagi.

Ketika akhirnya usaha Akanishi sia-sia, Yamapi dan Ryo kembali bertukar pandang dan menghela nafas dalam diam. Mereka berpendapat untuk membiarkannya saja selama beberapa saat. Itu yang terbaik.

Cahaya matahari mulai meredup dan berubah menjadi sinar-sinar kemerahan yang menerobos masuk melalui kaca jendela menandakan malam mulai datang menghampiri. Lampu di ruangan itu belum di nyalakan, membuat Yamapi dan Ryo tidak tahu harus berucap syukur atau menyumpahi karena penglihatan mereka terganggu sehingga kesulitan menyelesaikan pekerjaan mereka, tak perlu waktu lama bagi mereka berdua memutuskan bahwa mereka harus bersyukur ketika suara isak tangis Akanishi mulai bertambah keras. Setidaknya mereka tidak perlu melihat raut wajah Akanishi, karena hanya dengan mendengar suaranya saja sudah cukup untuk membuat mereka sedih. Dalam keremangan itu, entah dari mana samar-samar terdengar alunan sebuah lagu…….

Tokei no hari modoshite Hi ga ochiru ano heya no naka
Kuchibiru kara koboredasu Kotoba kono te de tomeru made………

***

Kame menghempaskan tubuhnya ke lantai dengan kesal. Sejak dibuatnya keputusan keluarnya Akanishi, Kame selalu berusaha untuk mengendalikan dirinya agar tetap tersenyum dan menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan suara normal. Sejak dulu, inilah yang menjadi ketakutan terbesarnya. Sejak Akanishi pertama kali mengutarakan keinginannya untuk study abroad 4 tahun yang lalu, Kame selalu merasa bahwa suatu saat Akanishi akan meninggalkan mereka, meninggalkan KAT-TUN, meninggalkannya.

Ketakutan itu semakin besar saat Akanishi pulang setengah tahun kemudian. Dan setiap harinya selalu bertambah besar.

Entah kenapa, Kame merasakan Akanishi yang berdiri di sampinganya tidak lagi orang yang sama dengan Akanishi yang selama ini dikenalnya. Dia tidak lagi begitu terbuka dengannya, menjadi lebih pendiam dan tenang saat bersama yang lain.

Pada awalnya Kame tidak begitu memperhatikan, kesibukannya sendiri sudah cukup menyita waktu. Namun entah sejak kapan, Akanishi tidak lagi datang kepadanya saat memiliki masalah, tidak lagi menyeretnya hanya untuk sekedar jalan-jalan, tidak lagi tersenyum saat berbicara padanya, dan masih banyak daftar tidak lagi lainnya yang membuat Kame tersadar.

Akanishi berubah.

Memang mereka masih bersama, bercanda dan lainnya, tapi ada sesuatu yang hilang sejak kembalinya Akanishi dari LA, atau mungkin bahkan sudah ada sejak sebelum dia berangkat ke LA, Kame tidak tahu lagi.

Kame merasa sudah sangat terlambat saat menyadarinya.

Mune ni himeta ketsui ni Yorikakatta atarashii kimi
Boku wa nani mo shiranaide Soba ni iru you de inakute
Ushinatta ato de Kidzuku nante osoi yo
Kioku no kanata e to Kimi wo tebanashita

“Kame” suara Ueda memecahkan lamunan Kame yang dengan segera bergerak untuk menekan tombol stop satu-satunya player di ruangan itu yang sering mereka gunakan untuk latihan.

“Kame”

“Kame-chan”

Kedatangan Koki dan Maru membuat Kame melupakan player yang masih menyala pelan di sampingnya, berusaha memperbaiki sikapnya dan tersenyum tepat saat Taguchi muncul di ambang pintu.

“Kenapa kalian semua ke sini?” tanya Kame

“Kamu yang kenapa? Tiba-tiba pergi” sahut Koki

“Aku cuma ingin latihan sebentar” jawab Kame

Nakamaru berguman tidak percaya sementara Taguchi hanya berdiri tanpa bersuara, takut jika salah mengatakan sesuatu dan membuat keadaan menjadi lebih buruk.

“Katakan saja kalau ada yang ingin kamu katakan, itu akan membuat mu lebih lega” kata Nakamaru “Kamu sudah berusaha berhari-hari menahannya, sudah cukup, kita sudah tidak berdiri di depan banyak orang seperti di Tokyo Dome atau dihadapan sekumpulan war..…”

“Tidak ada” potong Kame “Aku sudah bilang kan aku cuma mau latihan. Aku baik-baik saja, kenapa kalian cemas sekali? Memangnya apa yang harus ku…”

“Cukup! Kamenashi Kazuya” seru Ueda yang segera meraih lengan Kame “Sudah! Hentikan. Kami tahu apa yang kamu rasakan, kami semua juga sama. Marah, teriak, atau menangislah. Lakukan apa saja selain berdiam diri dan menahan semuanya sendirian”

“Masih ada kami Kame. Ini bukan akhir, ini awal yang baru, kita harus terus melangkah ke depan. Ke mana perginya Kamenashi yang selalu bersemangat? Ke mana perginya Kamenashi yang selalu gembira untuk teman-temannya?” lanjut Nakamaru

“Katakan…” kata Ueda saat melihat Kame membuka mulutnya ragu-ragu.

“Masih bisa bersama kan?” Ueda tersenyum mengangguk menyadari apa maksut pertanyaan Kame

“Masih bisa bertemu kan?” Ueda kembali mengangguk, menatap Koki yang segera memalingkan wajah dan menutup mulutnya, berusaha meredam suara tangisnya sendiri.

“Masih bisa melihatnya kan?” Ueda memandang Nakamaru meminta bantuan saat mendengar suara pelan Taguchi yang jatuh terduduk memeluk lutut di ambang pintu dengan kedua mata mulai basah.

“Masih bisa mendengar suaranya kan?” kali ini Nakamaru ikut mengangguk sembari mengigit bibir bawahnya berusaha menghentikan air yang mulai mengalir perlahan dari kedua matanya.

“Meski…meskipun terpisah jauh……” tangis Kame pecah tak terkendali dalam pelukan Ueda membuat kalimatnya terputus-putus tak jelas “Meski…. pergi … berada …. di tempat ….yang … jauh …. sekalipun…..”

Ueda berusaha menahan diri agar tidak ikut menangis. Salah satu dari mereka harus kuat. Dia tidak boleh ikut menangis lagi di sini. Tidak di saat semua temannya jatuh dan butuh penopang. Dia bisa menangis sepuasnya nanti.

Tanpa mereka sadari, sebuah lagu masih terus mengalun pelan menyelimuti suara isak tangis mereka, terus mengalun bersama angin dalam keremangan cahaya senja. Menyelinap keluar dan memenuhi udara dengan keharuan.

Tokei no hari modoshite Hi ga ochiru ano heya no naka
Kuchibiru kara koboredasu Kotoba kono te de tomeru made
Kokoro wa shitteta Kimi ga tabidatsu hi wo
Todokanai basho e to Boku wa miokuru
Hanaretemo yoake wa Hikari wo tsurete kuru kara
Namida wo tokashite Omoi tsutawaru made
Iki isogu koto sae Kimi no tame da to omotteta
Moshi sekai no ura hanaretemo
Todaenai kizuna kanjite


***___***

Minggu, 25 Juli 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You
Genre: Friendship?
A/N:
Hi, I am back with fic. The news about A leave KAT-TUN got my interested, so I made a fanfic about this. Please listen Promise Song when you read this.



Chapter 1 Real Face

“Huruf A grup band terkenal KAT-TUN dari Johnnys Entertaiment, Akanishi Jin (26 th) dinyatakan akan lulus dari grup KAT-TUN. Pernyataan ini di sampaikan oleh Johnny dalam World Tour KAT-TUN kemarin malam di Tokyo Dome. Akanishi Jin saat ini sedang bersiap untuk mengadakan Tour Consert di USA setelah consert awalnya di LA kemarin meraih sukses besar. Sementara itu Johnny juga mengatakan bahwa KAT-TUN akan tetap bertahan dengan 5 orang, huruf A akan diambil dari nama Kamenashi………”

“Matikan!” kata Kame

“Eh?”

“Kubilang MATIKAN!!!” ulang Kame

Koki segera menyambar remote dan mematikan televisi, menggumankan kata ‘Maaf’ saat menyadari tatapan dari ketiga teman band-nya yang lain.

“Tadi kan acara perkenalan restoran yang enak, bukan salahku kalau tiba-tiba jadi siaran berita hiburan” Koki membela diri pelan sambil mengikuti gerakan Kame yang menjatuhkan diri ke sebuah kursi di pojok ruangan setelah menyambar sebuah buku dari atas meja dengan matanya.

Taguchi mengeluarkan DS dari dalam tas-nya saat merasakan udara di ruangan base mereka mulai terasa berat. Sudah beberapa hari ini suasana di sekitar mereka menjadi suram. Sungguh kontras dengan kenyataan bahwa mereka baru saja hendak memulai World Tour, oke mungkin lebih tepat Asia Tour meski Taiwan, Korea dan China tidak bisa dianggap mewakili seluruh Asia, yang seharusnya merupakan hal yang menggembirakan.

Sudah sejak akhir tahun lalu berita tentang keluarnya sang pemilik huruf A terasa di udara, namun dengan berpegang pada kenyataan bahwa meski tidak saling cocok mereka tidak akan bubar, kenyataan yang sudah dapat diperkirakan itu berusaha disangkal. Saat Johnny mengatakan pada Akanishi untuk mempertaruhkan posisinya dalam KAT-TUN pada keberhasilan konser-nya pun, mereka masih tetap meyakinkan diri bahwa KAT-TUN sampai kapanpun akan selalu bersama.

Ueda memandang Koki memperingatkan. Secara umum, ya, mereka semua memang terkejut dengan keputusan ini, meski dalam hati masing-masing sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Baik Ueda, Koki, Nakamaru dan bahkan Taguchi sudah menyiapkan diri untuk mendengar dan menerimanya dengan lapang hati, namun mereka lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi akibatnya pada anggota termuda mereka.

Kamenashi, tidak seperti yang lain, meski sudah bisa menduga tapi tetap saja tidak juga siap untuk menghadapi hal ini.

Koki dan Nakamaru saling bertukar pandang untuk memutuskan apa yang sebaiknya mereka lakukan agar bisa mengurangi kesuraman di ruangan saat Ueda tiba-tiba berseru, tidak terlalu keras untuk dapat di dengar Kame yang berada di ujung ruangan, pada Koki.

“Tutup pintunya dari luar!” desis Ueda

“Eh?” kata Koki untuk yang kedua kalinya dalam hari itu.

Nakamaru yang berada di samping Koki segera beranjak hendak melaksanakan perintah Ueda, ya, dia sudah terbiasa bertindak dahulu sebelum bertanya jika menyangkut dengan orang yang bernama Ueda Tatsuya, namun terlambat.

“Sejak kapan aku ganti profesi jadi tukang angkat barang” terdengar suara protes Ryo dan tawa Yamapi dari luar, tak lama kemudian orang yang sangat mereka kenal berdiri di ambang pintu dengan senyum khas-nya.

Rupanya Ueda sudah mendengar langkah mereka terlebih dahulu.

“A-Akanishi?” kata Koki “Bukannya kamu sudah kembali ke LA?”

Ueda berguman pelan sementara Nakamaru menatap Akanishi dengan ekspresi sebagian terkejut dan sebagian takut membayangkan apa yang akan terjadi, bahkan Taguchi mengalihkan perhatiannya dari DS dan menahan nafas tegang.

“Kenapa dia selalu muncul tiba-tiba tanpa memberi tahu sih” runtuk Ueda dalam hati mengingat temannya yang satu ini selalu tiba-tiba saja berdiri di depannya meski seharusnya dia berada di belahan bumi yang lain.

“Celaka” Nakamaru berkata dalam hati sembari membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering dan bertukar pandang dengan Koki.

“Akanishi pasti punya pintu ke mana saja milik doraemon” pikir Taguchi

Senyum yang tadinya terukir di wajah Akanishi memudar saat dia menyadari atmosfer yang menyelimuti ruangan.

“Uh, umm…” Akanishi menggerakkan tangannya ke loker miliknya sebagai jawaban bahwa dia datang untuk mengambil beberapa barang miliknya yang masih tersisa, berharap mereka menangkap maksut gerakannya.

“Kami tunggu di luar saja ya” Yamapi segera menarik Ryo pergi saat melihat Kame mengangkat wajahnya dari buku dan melangkah menghampiri mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan.

“Kaz, I mean Kame….nashi…-kun….” kata Akanishi pelan melihat bahwa keempat temannya melangkah mundur untuk memberi jalan pada Kame sambil tetap mengawasi mereka berdua dalam diam.

PLAK!!

Kamenashi melemparkan buku yang dibawanya ke arah Akanishi dan melangkah pergi begitu saja meninggalkan ruangan.

“Kame” seru Ueda yang segera berinisiatif mengejar Kame

“Kame” Nakamaru mengikuti jejak Ueda

“Kame-chan” Koki segera menyusul kedua temannya.

“Kamu bisa pergi Taguchi, susul mereka, susul Kazu, dia lebih butuh kalian daripada aku” kata Akanishi saat melihat Taguchi ragu-ragu hendak menyusul Kame atau memberi kata penghiburan buatnya.

Taguchi tersenyum sebelum menepuk pundak Akanishi dan meninggalkannya sendirian.

Setelah langkah kaki Taguchi tidak lagi terdengar, Akanishi membungkuk dan mengambil buku yang dilemparkan Kame ke arahnya. Dia menyadari bahwa itu buku percakapan standar Jepang-Korea milik Ibunya yang dipinjam Kame baru-baru ini.

“Gomen” guman Akanishi meremas buku di tangannya “Gomen, Kazu”

***

“Eh? Kazu ke sini?” tanya Akanishi saat menyempatkan diri mampir ke rumah untuk minta makan karena apartementnya kehabisan stok makanan. Sebenarnya masih ada satu pasta instant, tapi untunglah Akanishi ingat kalau ia membelinya 2 bulan yang lalu tepat sebelum dia berangkat ke LA sehingga memilih untuk berkunjung ke rumah orangtuanya demi alasan keamanan.

“Sebelumnya dia mengirim pesan dan bertanya kalau-kalau bisa meminjam buku. Katanya dia tidak ingin cuma tahu kata ‘oppa’ kalau ditanya bahasa Korea lagi seperti kemarin”

“Oh” guman Akanishi tak peduli. Ibunya memang sering bertukar pesan dengan teman-teman yang akrab dengannya seperti Yamapi atau Ryo. Tentu saja dengan menyertakan bahasa Korea seperti biasa, akibat dari hobinya melihat dorama-dorama Korea.

“Kazuya itu tidak seperti kamu yang tidak pernah memberi kabar ke rumah. Coba kalau dia anakku” kata Ibunya berkhayal

“Bukan salahku” Akanishi membela diri “Aku terlanjur mengeset penggunaan biaya telfon, mana aku tahu kalau aku sudah menggunakan semuanya hanya untuk mengurus keperluan konser”

“Lalu kenapa kamu pulang? Bukannya kamu bilang 6 bulan lagi baru pulang?”

“Ibu benar Ibuku?”

“Sayangnya benar” keluh Ibunya lagi

“Well, I am sorry but it’s me who became your son. Where Reio and Dad anyway?” kata Akanishi mengalihkan pembicaraan

“Jangan bicara pakai bahasa yang tidak kumengerti”

“Siapa yang selalu mengirim pesan pakai bahasa Korea?”

“Pokoknya pastikan mengirim kabar ke rumah……”

“Whatever” guman Akanishi memutar mata, lebih memilih untuk meneruskan menyerang piring di hadapannya dan mengacuhkan komentar-komentar Ibunya.

Konser-nya berlangsung dengan sangat sukses. Dan sejujurnya Akanishi senang sekaligus takut dengan hasil yang di dapatnya ini. Dia masih ingat pembicaraan bersama Johnny saat tawaran Konser di LA datang bulan Februari yang lalu. Saat itu tanpa berpikir panjang Akanishi segera menerimanya dengan segala resiko.

Well, It’s his dream and the big chance.

Dan sekarangpun Akanishi masih tidak menyesali keputusannya, konser awalnya sukses besar dan ia mendapat tawaran lagi untuk konser tour 7 Kota di Amerika. Menejer-nya juga mengatakan bahwa mereka sudah menge-set jadwal untuk konser-nya di tahun 2011. Hanya untuk-nya, bukan KAT-TUN.

Bukan rahasia lagi kalau keberadaannya dalam KAT-TUN membuatnya kurang nyaman. Akanishi tidak membenci KAT-TUN, hanya saja sejak awal keinginannya adalah untuk di kenal sebagai Akanishi Jin, bukan A dari KAT-TUN. Lagipula, bersama KAT-TUN, meski cukup menyenagkan, tetapi kebebasannya berkreasi terbatas. Dengan berjalan sendiri semua ide, musik, kata-kata dan masih banyak lagi hal yang ada di kepalanya bisa dikeluarkan dengan bebas.

KAT-TUN memang bukan tim solit dengan member-ai. What the Hell?! Mereka bahkan tidak mencantumkan kata itu dalam kamus pedoman KAT-TUN. Masing-masing egois dan keras kepala, tentu saja Akanishi yang paling keras kepala, itu dia akui. Tapi meski begitu mereka sadar bahwa mereka berjalan ber-enam, sehingga mau tidak mau mereka akan menurunkan sedikit sampai ke batas akhir ego masing-masing mengijinkan untuk menyamakan langkah.

Akanishi bersyukur dia masuk KAT-TUN. Sangat malah. Meski hubungan mereka tidak seakrab seperti Yamapi atau Ryo, tapi Akanishi menikmati kegiatan adu pendapat dengan Koki, berdiskusi mengenai musik dengan Ueda, menganggu Nakamaru sampai dia nervous atau sekedar menyuruh Taguchi diam jika dia sudah mulai mengeluarkan keahlian spesialnya, lame joke. Dan terutama waktu yang dilewatkannya bersama Kamenashi. Akanishi sudah lebih dulu mengenal Kame daripada anggota KAT-TUN yang lain. Namun, meskipun begitu ada hal-hal lain yang juga membuatnya ingin lepas dari KAT-TUN.

Johnny menjanjikan kesempatan yang lebih besar. Kesempatan yang selalu di impikannya. Dan dia adalah Akanishi Jin, orang yang selalu melakukan apa yang ingin dilakukannya tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Dan dia sangat tahu dengan pasti apa yang diinginkannya selama ini.

He want take this chance.

Chance to the top of world.

Chance to make the world wide.

Seperti yang telah diungkapkannya dalam lagu GOLD.

Jadi. Akanishi mengambilnya. Tanpa ragu sedikitpun.

“Karena you menerima tawaran ini, maka you harus sadar posisi you sebagai A akan terancam. You sudah pernah meninggalkan KAT-TUN sekali dan mendapat kesempatan untuk kembali, tapi kalau you sekali lagi pergi dan KAT-TUN masih tetap bisa berjalan dengan baik………”

“Ya. Saya mengerti. Saya akan kehilangan tempat dalam KAT-TUN”

“Begini saja. You punya satu kesempatan lagi. Kita tunda keputusannya sampai konser you di LA selesai. Kalau konser you gagal you bisa kembali ke KAT-TUN, berharaplah para fans masih mau memaafkan ke-tidak-hadir-an you untuk yang kedua kalinya”

“Kalau berhasil?”

“You bisa meninggalkan KAT-TUN dan berdiri sendiri sebagai Akanishi Jin, bukan A dari KAT-TUN sesuai keinginan you”

“Terima kasih” sahut Akanishi sembari membungkuk senang, melewatkan reaksi terkejut dan tak percaya dari kelima anggota lainnya.


***___***



A/N:

Akhirnya setelah lama hiatus dari dunia per-fanfic-an. I still shock with the news but I allready saw this will happen since last year, so.... just be happy, ne~. ciao! *wink*


Harry Potter Magical Wand