Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

Sabtu, 28 Agustus 2010

(fanfic) Promise Song

PROMISE SONG


Title: Promise Song
Disclaimer: If they are mine, I'll make Akanishi work hard with solo and KAT-TUN.....
Pair: Whatever happen AKAME is still love each other
Genre: Friendship?
Music: Tipsy Love, Precious One, NEIRO, FARAWAY, Promise Song, You one in the million, I Knew I love You

A/N: Listen Promise song, ne~



Chapter 6 Harukana Yakusoku

“Apa yang kamu pikirkan Akanishi?!” seru Koki berang

“Koki….”

“Dulu saat kamu bilang tidak tahu akan kembali atau tidak, aku berusaha mempercayaimu, aku yakin kamu akan kembali. Sekarang, saat kamu bilang akan kembali, aku tanpa ragu percaya sepenuhnya padamu, dan apa yang kamu lakukan? Kamu pergi Akanishi. PERGI!!!” teriak Koki

“Koki…aku…”

“Kami menangis Akanishi, menangis di Dome untuk yang kedua kalinya, dengan alasan yang berbeda. Dia menangis”

“Maaf” kata Akanishi pelan setelah terdiam beberapa saat. Berusaha mengatur suaranya sebelum kembali bersuara “Aku tidak akan merubah keputusanku”

“Aku tahu. Sejak dulu aku sudah tahu sifatmu yang ini. Aku juga sudah tahu, meski aku yang sering protes tidak suka dengan KAT-TUN, tapi hanya kamu-lah satu-satunya orang yang bisa pergi meninggalkan KAT-TUN”

“Koki. Maaf”

“Bakanishi! Jangan minta maaf. Bukannya kamu tidak menyesal dengan keputusanmu? Kalau kamu minta maaf kedengarannya kamu ingin berubah pikiran. Lagipula, seperti yang Kame katakan di berita, meski aku tahu dia sendiri tidak yakin dan aku tidak tahu apa kamu lihat atau tidak, tidak masalah, lubang yang kamu tinggalkan tidak berdampak besar, setidaknya tidak sebesar saat pertama kali dulu”

“…..” Akanishi memilih untuk mendengarkan Koki meluapkan emosi-nya tanpa menyahut karena tidak mempercayai suaranya akan keluar dengan normal.

“Tapi tetap saja bagiku masih sedikit aneh. Aku sudah terbiasa mendengarmu salah mengucapkan lyrik di konser, kerjasama denganmu meng-intimidasi Taguchi, meng-hina Nakamaru. Aku sudah terbiasa bertukar pandang dengan Ueda saat melihatmu memperhatikannya”

“Koki…..” kata Akanishi pelan dengan mata yang mulai basah.

Karena inilah sebisa mungkin Akanishi menutup diri dari segala hal tentang KAT-TUN. Tapi setelah melihat liputan dari Dome, Akanishi mengambil resiko dengan menerima telfon dari Koki. Meski tahu akan membuatnya sedih, tapi dia ingin memastikan keadaan Kame.

Nakamaru dan Taguchi merupakan orang yang paling jujur di antara mereka berenam, tidak heran jika mereka sulit menahan emosi mengenai hal-hal tertentu. Seperti saat konser pertama di Dome, mereka berdua-lah yang pertama kali menangis terharu. Koki, meski perasaannya halus, tapi dengan image-nya masih berusaha untuk mengendalikan diri. Begitu juga Ueda yang paling tegar di antara mereka.

Akanishi sendiri lebih mempertahankan harga diri-nya. Karena itu, apapun yang terjadi, dia tidak akan kalah dengan perasaannya. Memang banyak yang bilang Akanishi selalu terlihat apa adanya, saat senang dia akan tertawa, saat kesal dia tidak akan repot-repot tersenyum meski di depan kamera. Tapi itu hanya karena pengaruh mood dan sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri-nya.

Sementara Kame. Kame merupakan orang yang selalu berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri. Dia bahkan bisa tertawa di saat sedih sekalipun. Dia juga sangat memperhatikan sekelilingnya, terutama teman-temannya tanpa peduli dengan dirinya sendiri. Karena itulah, jika semua temannya jatuh, maka meski dirinya sendiri bahkan terluka lebih parah, dia masih tetap akan tersenyum, berusaha tegar demi orang lain.

Bodoh. Akanishi selalu menganggap bodoh sifat Kame yang satu itu. Kenapa harus mengorbankan diri demi orang lain. Kame selalu berkorban tanpa memikirkan dirinya sendiri, karena itu Akanishi ingin berada di sampingnya berharap setidaknya dapat menggurangi luka Kame. Sejak dulu, sejak pertama kali bertemu, Akanishi berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu melindungi dan menjaga Kame.

Mendengar Koki, bahkan Ueda menangis membuat Akanishi ketakutan. Jika sampai mereka berdua menangis, maka Kame pasti akan berusaha mati-matian menahan diri untuk bersikap tegar. Akanishi tidak berani membayangkan seperti apa keadaan Kame saat ini.

“Koki… Koki… tolong aku, beradalah disampingnya. Tolong aku Koki” kata Akanishi

“Dulu kamu juga mengatakan hal yang sama”

“Dan kamu melakukannya, tolong koki, aku tidak pernah menunduk di hadapan orang lain, hanya padamu Koki, tolong aku, tetaplah berada di sampingnya. Gantikan tempat-ku. Hanya kamu yang bisa. Please….”

“Tidak ada yang bisa menggantikan tempat-mu Akanishi. Kamu sendiri pasti menyadarinya kan. Meski aku, Ueda atau yang lain mencoba men-support-nya dia hanya akan berkata terima kasih dan tersenyum, bukannya merasa ter-support tapi kurasa dia semakin menekan dirinya sendiri karena beranggapan menyusahkan yang lain” Koki melunakkan nada suaranya. Dia marah, ya. Sedih, tentu saja. Tapi Koki juga menyadari perasaan Akanishi sekarang lebih kompleks dari mereka.

“Kamu tahu. Kemarin ada yarakashi yang kembali menyerang Kame. Dan di saat itu entah kenapa aku merasa mendengar suaramu yang berteriak ke arah mereka, menyuruh mereka diam. Kami melindunginya, tentu saja. Tapi tidak ada diantara kami yang berani berbuat sejauh yang kamu lakukan dulu”

“Maaf. Maaf. Maaf” Akanishi berusaha menahan diri meski air sudah mengalir deras dari kedua matanya sejak tadi.

“Jangan minta maaf padaku Akanishi. Bicaralah langsung dengannya, kalau kamu merasa tidak akan sanggup menahan diri jika berhadapan langsung, setidaknya telfon atau kirim pesan padanya”

“Aku tidak bisa Koki. Aku tidak bisa” ulang Akanishi “Kamu tahu aku tidak akan bisa. Kumohon Koki, tolong aku. Please”

“Tidak. Kami juga terpukul Akanishi. Kami sendiri masih kesulitan untuk menolong diri sendiri. Maaf, kali ini aku tidak bisa menolong-mu. Tenang saja, kami tidak marah padamu, kami paham dan mendukungmu sepenuhnya. Sampai jumpa”

“Koki!! Koki!! Koki!!!!” Akanishi berteriak-teriak memanggil Koki, berusaha menahan Koki, tapi hanya nada dengung yang menyahut panggilannya.

Koki sudah memutuskan sambungan.

“Tidak. Tidak” guman Akanishi panik “Aku harus melakukan sesuatu. Tidak. Kazu, Kazu…..”

Akanishi menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala. Dia tahu kalau baru tadi dia menghubungi dan berteriak senang memberi kabar akan debut solo, dia juga tahu perbedaan waktu antara Jepang dan LA, dia juga tahu apa yang akan dilakukannya akan menyusahkan orang lain, tapi dia tidak peduli. Yang ada di pikirannya sekarang hanya satu.

Kame.

Dengan tangan bergetar hebat Akanishi menekankan telfon ke telinganya, berharap orang yang dihubunginya segera mengangkat telfon. Air mata masih terus mengalir, namun tidak lagi dia pedulikan.

“Yeah, hallo…” sahut sebuah suara dari seberang

“Pi! Aku ingin minta tolong…..” tangis Akanishi langsung pecah setelah mendengar suara sahabatnya.

***

“AkaKame” panggil Nakamaru kesal

“Apa?” sahut Akanishi merasa terganggu

“Apanya yang apa? Kalau kalian berdua tidak cepat kita bisa terlambat tahu”

“Hah, bukannya kamu sudah biasa telat. Mereka tidak akan heran” sahut Akansihi masih tidak peduli yang mendapat pandangan protes Nakamaru

“Justru itu aku tidak ingin telat sekarang”

“Uh-huh. Terserahlah”

“Sudah jangan bertengkar, nanti kita benar-benar bisa telat” Kame bersuara saat melihat Nakamaru hendak membuka mulutnya lagi. “Ayo cepat, Jin. Aku kan tidak pernah telat, nanti rekor-ku bisa tercemar kalau sampai telat”

“Baiklah kalau kamu yang minta. Ayo” Akanishi menarik lengan Kame dan mulai berlari “Woi! Nakamura, ayo cepat! Katanya tidak mau telat?!” teriaknya pada Nakamaru

“Namaku Nakamaru!” seru Nakamaru sebal “Hah, kenapa juga aku kebagian jatah pergi bersama mereka berdua sih” keluhnya sembari berlari menyusul kedua temannya.

‘Jika kamu ingin mencari Kamenashi, carilah Akanishi’

Kalimat itu sangat terkenal di kalangan junior, bahkan mungkin senior juga, di JE. Sejak masuk JE mereka berdua tidak pernah bisa dipisahkan. Awalnya mereka tidak bisa mengerti kenapa Akanishi mau berteman dengan Kamenashi yang notabene banyak dijauhi dan tidak punya teman karena dianggap ‘buruk rupa’ padahal Akanishi sudah memiliki banyak teman yang jauh lebih baik dari Kamenashi.

Namun melihat perkembangan dan perubahan yang terjadi pada Kamenashi, akhirnya pertanyaan itu terjawab. Akanishi sudah bisa melihat bahwa Kamenashi mempunyai banyak hal yang menarik jauh sebelum semua orang yang berada di JE menyadarinya. Ramah, ceria, pekerja keras, baik hati, setia kawan, dan masih banyak sifat-sifat baik lainnya yang selama ini tidak nampak.

Meski akhirnya Kamenashi perlahan-lahan mulai memiliki teman, tapi tetap saja dia selalu terlihat tak jauh dari Akanishi berada. Teman-teman Akanishi yang lain, seperti Yamapi, Ryo, atau Toma juga sudah terbiasa melihat Kamenashi yang selalu mengikuti Akanishi. Karena itu, saat Takki memberi pet name untuk mereka, dengan gembira seluruh JE menggunakannya sebagai nama resmi.

AkaKame.

Lebih cepat mengucapkan kata AkaKame dari pada Akanishi, Kamenashi ketika hendak menyapa mereka berdua. Dan entah sejak kapan, nama itu menjadi lebih pendek lagi. Mereka sendiri tidak tahu jika nama itu perlahan berubah jika Yokoyama tidak mengucapkannya.

“Akame!” Yokoyama menghampiri mereka berdua “Kucari-cari ternyata kalian di sini. Kamu lihat Ryo tidak? Aku ada perlu dengannya. Uchi menitipkan ini padaku, kalian berdua ini benar-benar baseball freak ya”

Kamenashi tersenyum menerima majalah baseball dari Yokoyama yang memang miliknya. Uchi meminjamnya beberapa hari yang lalu.

“Heh, tahu Ryo di mana tidak?” ulang Yokoyama memukul kepala Akanishi yang cuma diam melihat

“Oh, kamu bicara padaku juga?”

“Kan tadi aku bilang, aku mencari kalian berdua. Lagian tadi aku memanggil kalian berdua kan?”

“Aku tidak dengar”

“Akame!”

“Huh?” sahut Akanishi binggung

“Akame. Aku lihat nama AkaKame jadi singkat di kalangan fans luar negeri”

“Oh, kukira tadi kamu bilang ‘aa, Kame’ jadi kukira kamu cuma ada perlu dengan Kazu”

“Buat apa aku tanya Ryo ke Kame? Bakanishi!”

“Oi! Terserah dengan Akame, tapi jangan gunakan Bakanishi. Aku tidak bodoh. Argh, aku ingin menghajar Pi karena membuat nama itu”

“Ya, ya, terserah kamu saja, lalu?”

“Apanya?”

“Ryo! Tahu di mana Ryo tidak? Berapa kali aku harus tanya sih?!”

“Oh. Dia ada di kantin dengan Pi” jawab Akanishi akhirnya

“Bilang dari tadi. Bakanishi!”

“OI!!” seru Akanishi berteriak ke arah Yokoyama yang sudah meninggalkan mereka dengan kesal sebelum berpaling pada Kame yang tertawa keras “Mou, Kazu. Sama sekali tidak lucu”

“Maaf. Maaf” kata Kame masih tetap tertawa

“Ah, sudah. Kembali ke pembicaraan tadi. Pokoknya kalau aku menang di Junior Fight aku akan minta jalan-jalan ke Okinawa bersamamu, tapi kalau kamu yang menang kamu minta jalan-jalan ke Hokkaido denganku”

“Kenapa seperti itu?”

“Katanya kamu ingin ke Okinawa? Gimana sih”

“Iya, aku ingin ke Okinawa, tapi kenapa kalau menang aku malah harus minta hadiah buat jalan-jalan ke Hokkaido”

“Karena aku ingin ke Hokkaido”

“Ya makanya, kenapa tidak minta hadiah sesuai keinginan masing-masing saja?” ulang Kame sabar

“Kamu tidak suka pergi denganku?”

“Aku kan tanya tujuannya bukan masalah harus mengajak siapa?!”

“Yah… soalnya…”

“Apa?”

“Soalnya kan….”

“Jin!”

“Ku pikir yang namanya hadiah kan diberikan untuk membuat orang lain senang. Dan aku ingin memberi hadiah buat-mu. Kalau aku menang dan mengajakmu pergi ke Hokkaido, itu kan sama saja cuma mengajakmu ikut ke tempat yang kuinginkan, bukan membawamu ke tempat yang kamu inginkan, berarti itukan bukan hadiah” guman Akanishi suram

“Tapi itukan hadiah kemenanganmu sendiri, tidak salah kan kalau kamu minta untuk kesenanganmu?”

“Kan perginya berdua, tidak asyik kalau pergi sendirian. Kamu ingin ke Okinawa, bukan Hokkaido. Aku tahu itu hadiah-ku, tapi aku ingin memberimu hadiah. Lagipula selain kamu aku tidak bisa memikirkan orang lain yang ingin kuajak. Kamu kan tahu aku selalu canggung kalau cuma berdua”

“Dengan Yamashita dan Nishikido tidak kan?”

“Tidak mau, Ryo menyebalkan, mana enak menghabiskan 2 hari liburan dengannya, sementara Pi, dia sudah sering pergi, dia kan tuan muda”

“Ya… Boleh saja” sahut Kame berusaha menerima alasan Akanishi yang menurutnya kurang logis sembari menahan tawa melihatnya merajuk dengan dua tangan terlipat di depan dada dan menatap Kame seperti anak kecil.

“Benar? Janji ya” sahut Akanishi tersenyum senang, lupa kalau sedang merajuk “Yiey!!” lanjutnya saat melihat Kame tersenyum menganggukkan kepala.


***___***

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Halooo..
Gomen Ya..
dari Part 1 ampe Yg ini aKu CoPas Mulu Penpik'y Kamu Ke Notes Pesbuk aku..
tapi aKu Buka Cuma Buat Beberapa Org k0e..
Trus aku Tetep Nyantumin alamat Blog Tensai..
..
Gomen ne Baru Bisa Ijin'y Sekarang..

tensaipetenshisama mengatakan...

gak papa. selama masih di kasih credit author bebas kok, hope you like my fic (^_^)

Neein mengatakan...

@tensai sama : sankyuu untuk fic na *fic favorit ku*

wkwkwkw

@aka-srie : sriee?? Akanishi Srie??
wkwkw..
kau suka fic ini kaaan??? *sampe di copas di fb*

bagemana? masih bersemangat dg yg tipe S?
XDXD

tensaipetenshisama mengatakan...

wow! sankyuu juga dah dipilih jadi fic fav. *happy* (^-^)

Harry Potter Magical Wand